Banyak civitas psikologi melakukan penelitian tentang bagaimana identitas sosial memengaruhi sikap publik. Pada kesempatan ini saya ingin mengeksplorasi hubungan antara berbagai bentuk identifikasi persepsi yang dimoderasi hubungan ini dengan ancaman yang dialami terhadap kekuatan nasional dari identitas sosiokultural. Negara semakin bekerja sama untuk memecahkan masalah besar (global). Misalnya, ditandai dengan integrasi ekonomi dan politik yang erat antara negara-negara. Namun, keefektifan bentuk kolaborasi ini bergantung pada apakah orang memandang (terlepas setuju/tidak).
Di samping itu, untuk mengatasi tantangan global utama, seperti pandemi kesehatan dan perubahan iklim, kita tahu perlu bekerja sama dalam kelompok antar Negara. Namun, agar efektif dalam menyelesaikan masalah, organisasi atau regional Negara ini harus dianggap sah oleh warganya. Artinya, efektivitas dan kelangsungan hidup organisasi tata kelola internasional sangat bergantung pada apakah publik percaya bahwa lembaga-lembaga ini yang mana sebagai otoritas pelaksan, karena penilaian legitimasi tersebut menjaga rasa hormat setiap warga.
Oleh karena itu, para Ilmuan seperti Ellemers di tahun 1993 atau Turner di tahun 1999, mereka menganggap civitas ilmu politik, cenderung tertarik dengan bagaimana faktor tingkat individu dan masyarakat yang menjelaskan kapan dan mengapa orang menganggap organisasi tata kelola internasional di anggap sah. Salah satu faktor tingkat individu utama adalah identitas sosial. Namun identitas sosial adalah konsep yang kompleks dan dinamis, yang melibatkan banyak keanggotaan kelompok yang berinteraksi dengan faktor kontekstual (Ellemers, 1993; Turner, 1999).
penyelarasan moral dan identifikasi kelompok yang mengarah kepada kepercayaan yang lebih tinggi terhadap anggota kelompok lain. Proses ini telah terbukti mengandung kepercayaan pada otoritas politik. dengan kata lain, ketika orang merasa
dihormati oleh individu lain, dan seseorang tersebut mengidentifikasi dengan kelompok yang diwakili oleh otoritas, ia menganggap otoritas ini lebih dapat dipercaya dan sah dan setelah proses mempercayai ini selesai maka untuk secara sukarela menerima dan mematuhinya.
terhubung dengan argumen di atas, ketika seseorang membuat kesimpulan bahwa otoritas memiliki pemahaman yang tepat tentang benar dan salah, mereka cenderung membenarkan pelaksanaan kekuasaannya dan menunjukkan lebih banyak kepatuhan dari pengikut. Faktor-faktor yang terbentuk identitas dan nilai-nilai bersama, seperti keadilan prosedural yang dirasakan yang katanya menerima hasil positif, karenanya dapat menjadi sumber legitimasi pemimpin.
sejauh mana identitas sosial menyisakan ruang untuk identitas nasional?
Dalam memahami bagaimana individu berhubungan dengan kelompok, bukan hanya membutuhkan wawasan ke dalam tingkat identifikasi sosial individu, tetapi juga bagaimana individu berada di tingkat ini dalam berinteraksi dengan faktor kontekstual dan sosial. KIta contohkan seperti kelompok lain yang mengancam kekuatan, sumber daya, nilai, atau identitas kelompoknya sendiri menimbulkan defensif, terkhusus antara orang-orang yang sangat mengidentifikasi diri dengan kelompoknya .
Dalam situasi kelompok berskala tinggi, ini mungkin terkait ancaman terhadap kekhasan kelompok itu sendiri sehingga meniadakan originalitas di budaya nasional itu sendiri. Dalam nada yang sama, akan tetapi kepercayaan institusional dan kewajiban untuk dipatuhi. Berdasarkan fenomena ini, banyak peneliti menemukan bahwa:
- kepedulian warga dengan identitas sosial yang berbeda terhadap nasional berdasarkan kepercayaan publik terhadap pejabat dan pihak terkait sebanyak 87%
- tingkat kepedulian warga dengan identitas sosial yang berbeda terhadap nasional ini sangat di tentukan pada tindakan pejabat dan pihak terkait berdasarkan azaz hukum sebanyak 99%
- Sebagian besar pegawai negeri, bekerja loyal terhadap negara berdasarkan kepercayaan sistem negara tersebut baik, maka kinerja pegawai negeri berpengaruh sebesar 77%
- Jika negara ingin setiap warga dengan identitas sosial yang berbeda harus mematuhi undang-undang yang dibuat oleh pemerintah meskipun bertentangan dengan apa yang mereka anggap benar, maka tingkat kepatuhan ini akan meningkat 81% jika negara menjamin mereka dalam menampilkan identitas sosialnya.
- Orang yang mematuhi undang-undang yang dibuat oleh Negara meskipun mereka tidak akan ketahuan melanggarnya beranjak pada konsep ketidak patuhan walaupun sistem negara dan aturan hukum sudah di jalankan di temukan sebesar 61%.
- Seseorang merasa dia harus menerima keputusan yang dibuat oleh Negara hanya 30% jika bertolak belakang dengan penerapan poin di atas
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H