Akhir-akhir ini kita disugukan oleh banyaknya korban akibat menenggak miras oplosan, rentang kurun waktu bulan april ini sudah 141 korban meninggal di wilayah Jawa Barat, Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Setyo Wasisto menuturkan; "Untuk jumlah penjual miras oplosan yang sudah ditangkap saya masih dapat kabar terbarunya, namun untuk korban jiwa sudah mencapai 141 orang," tutur Setyo Wasisto di Hotel 88, Mamprang Prapatan, Jakarta Selatan, Selasa (24/4/2018).dan masih banyak lagi kasus- kasus serupa diseluruh wilayah Indonesia.
Kasus miras oplosan yang akhir akhir ini menjangkiti masyarakat kita merupakan tanggung jawab bersama sebagai warga masyarakat, terlebih banyak anak-anak dibawah umur yang menjadi korban, hal ini tidak lepas dari sistem pendidikan yang diajarkan terutama keluarga. Pendidikan yang diajarkan dilingkungan keluarga , sekolah dan masyarakat akan mempengaruhi cara berpikir anak. Kasus anak yang mengkomsumsi miras biasanya didorong kegagalan keluarga dalam mendidik anak.
Suatu kenyataan yang ironi sekarang ini adalah semakin kurangnya perhatian orangtua terhadap keluarga dalam pendidikan dan pembinaan kualitas anak, banyak sekali kita hanya mengandalkan sekolah dan lembaga lain diluar keluarga yang kita percayai untuk membina kualitas anak, Padahal kenyataan yang banyak kita hadapi memberikan bukti bahwa pada umumnya manusia-manusia yang berkualitas berasal dari lingkungan keluarga yang memberikan pendidikan dengan baik.
Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama dan utama bagi seseorang, dan orang tua sebagai kuncinya. Pendidikan dalam keluarga terutama berperan dalam pengembangan watak, kepribadian, nilai-nilai budaya, nilai-nilai keagamaan dan moral, serta keterampilan sederhana.
Pendidikan dalam konteks ini mempunyai arti pembudayaan, yaitu proses sosialisasi dan inkulturasi secara berkelanjutan dengan tujuan untuk mengantar anak agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak luhur, tangguh, mandiri, kreatif, inovatif, beretos kerja, setia kawan dan lain sebagainya
Muhammad tholhah hasan pada tahun 1990 pernah melakukan penelitian tentang "Menurunnya peran keluarga sebagai pranata pendidikan". Ada tiga pertanyaan kunci yang diajukan kepada responden tentang sebab menurunnya peran keluarga sebagai pranata pendidikan tersebut, yaitu:
1. Apakah karena kurangnya kemauan dari pihak orangtua?
2. Apakah karena kurangnya kemampuan untuk memberikan pendidikan kepada anak-anaknya?
3. Apakah karena kurangnya kesempatan (waktu) untuk memberikan pendidikan kepada anak-anaknya di tengah-tengah kehidupan keluarga?
Ternyata jawaban terbanyak mengemukakan karena "tidak mempunyai kesempatan/ waktu" untuk mendidik anak-anaknya di rumah. Tetapi apapun alasannya, pada kenyataanya berakibat sama, yakni mundurnya peran keluarga dalam memberikan pendidikan langsung kepada anak-anaknya dan keluarga sebagai pranata pendidikan mengalami disfungsi (tidak dapat berperan).
Pada saat ini teknologi tak terlepas dari aktivitas anak setiap harinya sehingga dapat mempengaruhi perilaku anak kearah negatif , terlebih lagi pengaruh teman sebaya , lingkungan masyarakat, serta penyakit masyarakat lainnya seperti peredaran miras oplosan sehingga mudah ditemukan, membuat peran orangtua harus lebih ekstra dalam memberikan pendidikan kepada anak agar terciptanya keluarga yang sejahtera dan masyarakat yang madani, yang mampu melahirkan generasi-generasi Islam yang berilmu dan beriman serta berakhlak mulia.