Setiap 28 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Hari Sumpah Pemuda—sebuah momen penting yang mengingatkan kita pada komitmen pemuda di tahun 1928 untuk bersatu demi Indonesia yang lebih baik. Saat itu, generasi muda dengan lantang berikrar tentang satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa. Kini, bagi Gen Z, peringatan ini lebih dari sekadar sejarah. Di tengah krisis iklim yang kian mendesak, semangat Sumpah Pemuda bisa menjadi landasan penting untuk mendorong keadilan iklim atau climate justice, sebuah konsep yang menekankan tanggung jawab moral dan sosial dalam menghadapi dampak iklim secara adil. Sebagai generasi yang sangat melek teknologi dan informasi, Gen Z memiliki peran kunci dalam memastikan bahwa perubahan iklim ditangani dengan cara yang adil dan inklusif bagi semua, termasuk generasi mendatang dan komunitas yang paling rentan.
Berikut tiga hal penting yang perlu dipahami oleh Gen Z dalam memperjuangkan keadilan iklim, diiringi dengan data terkini serta contoh inisiatif nyata dari gerakan pemuda.
1. Dampak Perubahan Iklim Tidak Merata — Solidaritas untuk Kelompok Rentan
Isu perubahan iklim tak hanya soal lingkungan, tetapi juga soal keadilan. Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, justru menjadi pihak yang paling merasakan dampaknya, meskipun kontribusi emisi mereka relatif kecil. Menurut data World Resources Institute, Indonesia hanya menyumbang sekitar 2% dari emisi karbon dunia, namun dampaknya jauh lebih besar. Banjir, kekeringan, dan kenaikan permukaan laut semakin sering melanda, mengancam komunitas pesisir dan pertanian, yang merupakan mata pencaharian utama banyak masyarakat Indonesia.
Sebagai generasi yang paling adaptif terhadap teknologi, Gen Z bisa mengedukasi diri sendiri dan orang lain tentang bagaimana dampak perubahan iklim tidak merata. Melalui platform digital, kampanye social media, atau komunitas seperti Cerita Iklim, Gen Z dapat menggalang solidaritas dan advokasi bagi mereka yang paling rentan. Kesadaran bahwa krisis iklim adalah masalah kolektif yang perlu diselesaikan dengan solidaritas, terutama terhadap kelompok yang paling terdampak, merupakan langkah penting dalam membangun keadilan iklim.
2. Keadilan Antargenerasi — Hak Generasi Mendatang atas Bumi yang Layak Huni
Laporan terbaru dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menunjukkan bahwa jika kita tidak bertindak sekarang, dunia akan mengalami kenaikan suhu rata-rata hingga 2°C pada akhir abad ini. Dampaknya tidak hanya akan terasa oleh generasi saat ini, tetapi akan jauh lebih berat bagi generasi mendatang. Bagi Gen Z, isu ini bukan hanya peringatan; ini adalah seruan untuk bertindak dan berjuang memastikan hak mereka atas lingkungan yang layak huni.
Konsep keadilan antargenerasi sangat erat kaitannya dengan Sumpah Pemuda yang menggarisbawahi tanggung jawab untuk menjaga "satu tanah air" yang tidak hanya milik kita, tetapi juga generasi yang akan datang. Gen Z dapat menggunakan platform digital, termasuk media sosial, untuk menyebarkan informasi, melakukan advokasi, dan mendorong kebijakan yang mempertimbangkan keberlanjutan jangka panjang. Banyak anggota Gen Z di Indonesia yang telah memanfaatkan platform seperti Instagram, TikTok, dan Twitter untuk menyuarakan pentingnya transisi ke energi terbarukan dan pengurangan emisi karbon, sejalan dengan target Indonesia untuk mengurangi emisi hingga 29% pada 2030.
3. Partisipasi Gen Z dalam Kebijakan Iklim — Menggerakkan Komunitas dan Membentuk Aksi Nyata
Gen Z dikenal sebagai generasi yang aktif, peduli, dan vokal dalam memperjuangkan isu-isu yang mereka yakini, termasuk keadilan iklim. Gerakan global seperti Fridays for Future dan komunitas lokal seperti Cerita Iklim membuktikan bahwa pemuda memiliki pengaruh besar dalam menuntut perubahan. Komunitas Cerita Iklim, misalnya, adalah inisiatif anak muda Indonesia yang bergerak dalam edukasi iklim berbasis cerita dan informasi sederhana di media sosial. Mereka mengemas isu iklim yang kompleks menjadi pesan yang mudah dipahami, membuat lebih banyak orang sadar akan dampak nyata perubahan iklim.
Namun, partisipasi Gen Z dalam kebijakan iklim di Indonesia masih terhambat kurangnya akses dan dukungan finansial dari pemerintah maupun sektor swasta. Di sinilah peran pemerintah menjadi penting: pemerintah bisa menyediakan ruang bagi pemuda dalam forum-forum pengambilan keputusan terkait iklim, mendukung secara finansial inisiatif hijau yang dibentuk oleh anak muda, serta memperluas peluang untuk berpartisipasi dalam kebijakan iklim. Dengan jumlah pemuda Indonesia yang mencapai lebih dari 64 juta jiwa, suara mereka tidak hanya besar secara kuantitas, tetapi juga memiliki kualitas dan ide yang segar.