Terlalu banyak artikel-artikel dan berita yang beredar di dunia maya yang tidak dapat dipastikan kebenarannya. Sebagian orang yang kritis dan menggunakan akalnya biasanya mampu menilai berita mana yang bisa dipercayai - misalnya berita yang direlease dari sumber yang terpercaya dan berita mana yang perlu dipertanyakan dan ditelusuri sumber beritanya.
Membaca adalah salah satu cara manusia menambah pengetahuan, tapi juga penting untuk digarisbawahi pengetahuan tersebut berasalkan dari sumber berita yang berdasarkan fakta atau kebenaran. Lalu bagaimana dengan pengetahuan abstrak seperti self-improvement atau pengetahuan tentang spiritual misalnya? Selain diperlukan penelusuran yang benar berasal dari sumber yang dipercaya, manusia pada umumnya sudah dibekali pengetahuan dasar oleh sang Maha Pencipta, berupa suara hati, hati kecil atau intuisi.
Dengan bekal ini, setiap manusia sebetulnya mampu memilah-milah sendiriberita dan pengetahuan yang dia dapatkan. Membaca dengan sadar, cermati setiap makna dan konteks ataupun ide yang disampaikan melalui tulisan tersebut, lalu check dengan suara hatimu atau intuisi kamu. Apakah ide/konteks yang disampaikan sudah masuk akal kah, sudah sejalan dengan logika kah dan apakah beresonansi dengan kebenaran atau “The Truth” sesuai dengan intuisimu.
Hati kecilmu tidak bisa berbohong dan tidak bisa dibohongi. Biarkan dia yang menilai. Jika ada keraguan atau penolakan dari dalam diri kamu, cari beberapa referensi lain yang terpercaya. Setelah itu baru kamu bisa memutuskan untuk mempercayai sumber tulisan tersebut – atau anggap sebagai sumber yang diragukan kebenarannya atau hoax.
Setiap kata yang terangkai memiliki energi dari penulisnya. Karena tulisan adalah buah pikiran dari sang penulis. Thought-form memiliki energi yang kuat. Terlebih lagi jika buah pikiran tersebut dihasilkan dari pemikiran dan perasaan yang dalam seperti misalnya puisi tentang cinta ilahi Jalaludin Rumi, yang tetap akan hidup dari masa ke masa karena menyuarakan kebenaran.
“Jangan tanya apa agamaku. Aku bukan Yahudi, bukan Zoroaster, bukan pula Islam. Karena aku tahu, begitu suatu nama kusebut, kau akan memberikan arti yang lain daripada makna yang hidup di hatiku”
"with each book, I become the better version of myself"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H