Lihat ke Halaman Asli

Hilangnya Jiwa Enterpreneurship Bangsa Indonesia

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pada zaman kerajaan dahulu kala jauh sebelum perjuangan nasional kemerdekaan, kehidupan masyarakat pesisir Indonesia terbangun dengan mata pencahariaan berdagang. Didalam bukunya The Legacy of Islam, Thomas Walker Arnold menjelaskan bahwa posisi Indonesia yang strategis diantara dua samudra dan Kekayaan bumi Nusantara yang telah dikenal luas sejak dahulu, menyebabkan seringnya saudagar Arab, China, dan India berlabuh di Indonesia untuk berdagang.

Seiring dengan perkembangan perdagangan internasional di jaman itu, hubungan dagang antara Indonesia – India – Cina pun semakin berkembang . Wolters berpendapat bahwa perkembangan ini dikarenakan orang Indonesia sangat bersikap terbuka dan bersahabat dengan orang asing. Di masa emas kerajaan Indonesia pun, kita menjadi pengendali jalur perdagangan antara India dan Tiongkok, yakni dengan penguasaan atas Selat Malaka dan Selat Sunda.

Dari situ dapat dijelaskan bahwa sebenarnya bangsa Indonesia adalah bangsa yang mempunyai jiwa enterpreneurship yang tinggi. Mereka merupakan pedagang ulung dijamanya, menciptakan dan menghasilkan komoditi dari pedalaman, kemudian membawanya ke pelanuhan dan menjualnya kepada saudagar-sudagar negara lain yang singgah.

Seiring berjalannya waktu dan semakin berkembangnya teknologi perlayaran, para pedagang bangsa Indonesia pun semakin maju dan bahkan sampai melakukan perdagangan di Eropa. Dari sini dapat kita tarik benang merah bahwa sebenarnya ekonomi bangsa Indonesia sejak dahulu itu berbasis pada usaha sektor riil dan wirausaha.

Hingga kemudian bangsa-bangsa kolonial Eropa seperti Belanda, Spanyol, dan Portugis yang menegetahui bahwa Indonesia sangat kaya akan hasil alamnya dan ingin menguasainya. Dengan semboyan “gold, gospel, dan glory mereka kemudian menjadikan itu sebuah dalih untuk membenarkan penjajahan daerah-daerah yang dianggap strategis dan kaya sumber alam-nya. Dari sinilah cikal bakal Imperialisme negara barat telah dimulai di Indonesia.

Di jaman penjajahan itulah mental wirausaha Indonesia itulah dihilangkan dengan tujuan mematikan potensi pasar rakyat Indonesia sendiri. Berbagai upaya yang dilakukan bangsa penjajah terebut untuk mempertahankan imperialismenya, seperti mendirikan organisasi niaga Verenidge Oost Indische Compagnie atau  VOC (Belanda), East Indian Company atau EIC (Inggris), Hingga Compagnie des Indes Orierntales atau CIO (Perancis)

Dengan organisasi niaga inilah mereka mematikan jiwa dagang rakyat Indonesia dalam penguasaan pasar. Dengan kata lain, mereka membuat hilangnya jiwa rakyat Indonesia sebagai wirausahawan ataupun sebagai wiraniagawan, yang selanjutnya ditanamkan jiwa hanya menjadi punggawa atau pegawai penjajah.

Dan ketika penjajahan imperialisme tersebut berhasil diusir dari bumi pertiwi, ternyata mereka kembali ke Indonesia bukan dengan perang fisik lagi melainkan dengan pernag pemikiran. Kebudayaan rakyat Indonesia sekarang yang berjiwa pekerja tersebut, dimanfaatkan oleh imperialis modern tersebut dengan mencoba menyusup kedalam relung pikiran rakyat Indonesia sehingga pola pikirannya tercuci serta memiliki loyalitas kepada imperialis tersebut.

Dewasa ini ada banyak cara yang bisa dilakukan oleh kaum imperialis tersebut,  diantaranya adalah melemahkan berbagai sektor kehidupan tempat manusia itu berada, termasuk diantaranya melalui mekanisme kekuasaan pasar. dan parahnya menghadapi itu mental sebagai pekerja masih tertancap kuat pada paradigma bangsa Indonesia hingga sekarang. Mental ini sulit sekali dilepaskan karena telah menjadi paradigma yang telah distruktur rapi oleh keadaan dan faktor kekuasaan.

Sebenarnya dengan jumlah penduduk lebih dari 240 juta orang, Indonesia adalah pasar yang potensial. Banyak sekali celah-celah peluang berwiraswasta yang belum terisi. Bahkan masih banyak kebutuhan pokok yang kita impor dari luar negeri.

Ini seharusnya menjadi pelecut semangat kaum pribumi mengingat sejarahnya bahwa kita dulu pernah menguasai perdagangan jalur darat dan laut. Apalagi semakin terbukanya pasar Global ini, kita tentunya tidak ingin kalah di negara sendiri, Kapitalisme hanya bisa dilalui dengan jiwa kapitalis juga tentunya, Seperti kata Taipan Ciputra, Indonesia butuh minimal 2 juta rakyatnya yang berwiraswasta jika ingin membangun Negara ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline