Lihat ke Halaman Asli

Dhini Amalia

Mahasiswa

Pertemuan, Perjalanan, dan Transjakarta

Diperbarui: 8 Januari 2025   17:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambaran suasana di dalam Transjakarta (Sumber gambar: tangkapan pribadi)

Transjakarta atau yang biasa kerap disapa penggunanya dengan sebutan Tije ini, punya ikatan serta tempat istimewa tersendiri di dalam kehidupanku. Tak hanya sekedar sebuah armada yang memudahkan akses orang-orang untuk bermobilitas, ada banyak hal-hal yang cukup filosofis yang bisa aku dapatkan ketika menaiki Tije ini.

Awalnya aku mengira aku sangat suka menaiki Tije karena di daerah asal tempat aku tinggal tidak ada mode transportasi yang akses, rute, dan jumlah armadanya tidak sebanyak dan semudah Tije. Tetapi setelah menelaah lebih dalam, ada banyak hal-hal yang aku pelajari dan yang aku dapatkan selama berpergian dengan Tije.

Awal mula aku suka berpergian dengan Tije ini karena aksesnya yang cukup terjangkau dan tarifnya yang murah, sangat membantu diriku sebagai anak rantau yang harus bijak menggunakan uang. Tije juga membantuku untuk terbiasa berpergian dengan mengandalkan transportasi yang dimiliki manusia alias kaki (berjalan) saat berpergian.

Dan baiknya pun aku jadi terbiasa berjalan kaki kemana-mana, dan tidak menyangka sekarang jika jarak satu atau dua kilometer juga terbilang jarak yang cukup dekat bagiku jika ingin melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki sehabis dari halte pemberhentian terdekat.

Entahlah rasanya seru saja melihat aktivitas orang-orang yang berlalu lalang saat berpergian dengan Tije.

Mulai dari ada yang menyempatkan untuk melakukan sesuatu atau hal-hal yang disukai atau menyenangkan di tengah hiruk-pikuk jalanan seperti tidur, mengerjakan tugas sekolah, kuliah, atau pekerjaan, mendengarkan lagu atau podcast, menonton serial drama atau film, membaca buku. Bahkan tak jarang juga aku menemukan orang-orang yang menyempatkan waktunya untuk membaca serta mempelajari kalam (firman) Sang Pencipta Alam Semesta.

Tak hanya membantuku untuk berlatih memanfaatkan waktu sebaik dan semaksimal mungkin, saat berpergian dengan Tije juga aku jadi belajar untuk memupuk kesabaran dan ketahanan diri dalam menghadapi persoalan kehidupan.

Mulai dari belajar bertahan dan bersabar saat terpaksa harus berdempet-dempetan dengan penumpang lain kala menghadapi kemacetan jalanan Ibukota. Bagaimana aku melihat gambaran langsung betapa kerasnya kehidupan terlebih di Ibukota yang sepertinya tidak mengenal kata lelah dan berhenti. Melihat mata yang penuh lelah dan kantuk dari para pekerja Ibukota, pemulung yang mendorong gerobak, hingga orang-orang yang membawa dagangannya saat menaiki Tije.

Pernah juga beberapa kali aku menemui pemandangan orang-orang yang terpaksa mendorong motornya yang mogok di tengah hiruk-pikuk kemacetan di jalanan, dan tentunya membuatku lagi-lagi bersyukur, di saat aku mengeluh karena terpaksa berdiri lama saat menaiki Tije, aku tak perlu bersusah payah mendorong kendaraan saat berpergian.

Tak hanya itu aku pun jadi belajar bagaimana membangun empati dan kepekaan dengan lingkungan sekitar seperti mengalah memberikan bangku kepada penumpang prioritas seperti ibu hamil, lansia, dan teman-teman disabilitas. Menciptakan ruang aman dan nyaman antar sesama penumpang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline