Lihat ke Halaman Asli

Jurnal: Seorang Nenek dan Dua Rinjing Bambu

Diperbarui: 9 Oktober 2022   12:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash


Suatu hari, saya berkendara melewati sebuah perempatan di pusat kota. Cuaca sedang panas-panasnya dan lampu merah menyala. Saya mengarahkan pandangan ke sekeliling, Langkah tergesa pejalan yang berusaha menghindari matahari, merapat ke dekat  naungan toko di tepian jalan. Pegawai yang hilir mudik membawa pernik dan peralatan tokonya. Lalu seorang nenek yang tengah duduk bersimpuh depan sebuah toko, di hadapannya teronggok dua buah rinjing* bambu berisi  buah-buahan.  Saya mengamati lebih jeli, mangga dan sawo. Nampaknya dagangan beliau belum banyak terjual. Rinjing bambu itu masih penuh.

Perasaan iba menghampiri saya, ingin rasanya menepi untuk membeli barang satu dua buah padanya. Menyerahkan sejumlah uang dan menolak diberi kembalian. Tapi toh itu hanya di pikiran. Saya tepat di tengah jalan raya, masih ada kendaraan lain yang memisahkan kami. Dan ketika tangan saya bergerak mengarahkan stir ke samping, berusaha mencari cara untuk menepi. Lampu hijau menyala, klakson berbunyi beriringan. Saya urungkan niat itu, menarik gas melaju membelah kota. Dalam hati, saya berjanji? akan menemuinya lagi. Memanjatkan doa supaya niat saya terwujud dan doa untuk nenek itu semoga ia pulang dengan rinjing kosong dan dompet penuh. Tapi harapan itu tak pernah terkabul. Berkali-kali saya melewati perempatan yang sama dan nenek dengan rinjing buah itu tak pernah saya temui lagi.

Ket:

Rinjing : Wadah yang terbuat dari anyaman bambu




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline