Lihat ke Halaman Asli

Dhimas Raditya Lustiono

Senang Belajar Menulis

Bowongso, An Exotic Single Origin Trip Destination

Diperbarui: 12 Juni 2020   12:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

foto : dari kamera ponselnya mas Jusuf AN

Ini adalah tulisan lawas yang saya unggah, barangkali setelah new normal diterapkan dunia kopi hitam akan semakin bergeliat, baik itu dari jumlah konsumsi biji maupun bubuk.           

Kala itu tahun 2017 arus balik masih saja bergeliat, perempatan pasar kertek yang pernah memakan korban tronton rem-blong tampak ramai lancar bagi pengendara motor, Pak Polisi tampak menggigit peluitnya, beberapa siswa ber-seragam pramuka juga ikut membantu melancarkan perempatan tanpa lampu merah itu meski bibirnya ragu meniupkan peluitnya, saya berharap semoga ia hafal dasa dharma.

            Melewati jembatan yang membatasi kecamatan kertek dan kalikajar, saya dan mas Jusuf menuju ke arah kembaran, setelah bertanya sekali dengan tukang ojek pangkalan untuk memastikan bahwa ingatan saya tidak salah. (Abaikan GPS)

            Perjalanan awal tampak mulus seperti kulit member JKT fortieight, di kanan kiri masih tampak rumah-rumah warga, semakin jauh Kharisma berjalan, ternyata jalanan mulai tidak mulus lagi duh jan apakah mungkin pak Bupati nggak kampanye sampai desa bowongso, "ngaspal kok tanggung temen pak?" pikirku dalam hati. Tapi tujuan perjalanan ini bukan untuk mendendam, tujuannya hanya ngopi dan silaturahmi ke rumah mas Eed.

            Ditengah perjalanan, motor kharisma yang saya tumpangi agak rewel seperti wanita yang terserang PMS, di gas sekonyong-konyong penuh birahipun tak membuat kharisma berjalan dijalan berbatu, untungnya mas Jusuf yang membonceng berinisiatif untuk turun dan berjalan setengah mendaki, tak luput saya terkena paparazi oleh kameranya.

            "Jalannya udah mending om." Ajak saya kepada mas jusuf yang masih berjalan diatas jalan berbatu agar kembali duduk dibelakang saya.

            Di tengah perjalanan, saya bertemu dengan mas Alvian, seorang teman yang juga ahli dalam meracik kopi, ternyata ia baru saja membeli biji kopi dari bowongso, kamipun bersalaman dan saling mengucap minal aidzin wal faidzin.

            "Abis lapangan belok kanan, nanti nglewati 2 masjid masuk gang ke kiri" itulah yang saya dengar dari seseorang yang tampaknya juga seorang barista, karena dirinya tepat berada di depan alvian. (kok dadi koyo nulis novel)

            Suasana fremansonry alias pola hitam putih menyambut kedatangan kami berdua, tampak mas eed sumringah melihat kedatangan kami, belum genap 5 menit kami duduk, seduhan arabica bowongso pour over v60 sudah disiapkan. Saya sampai lupa bahwa tangan kanan saya agak kemeng (baca:kebas)

            Mas jusuf yang seorang ahli hisap tak mau menyia-nyiakan ritual nglinting, tangan kanannya tampak asik membubuhi tembakau diatas kertas garet. Bal bul bal bul ternyata ritual nglintingnya sangat khusyuk, bagi mas jusuf ngopi tanpa ngudud seperti bagaikan mie ayam tanpa daging ayam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline