Tak terasa sebentar lagi Republik kita akan mengadakan hajatan besar dalam tegaknya demokrasi di Indonesia ini dimana kita akan menyelenggarakan Pemilu (Pemilihan Umum) sebagai sarana politik untuk mewujudkan kehendak rakyat kepada negara. Dalam system demokrasi pancasila disini kita memilih calon anggota Legislative baik DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten dan DPD RI sebagai wakil-wakil kita yang duduk di parlemen untuk memperjuangkan kebijakan-kebijakan yang pro rakyat.
Banyak para caleg (calon legeislative) memperkenalkan diri kepada para rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi untuk menarik perhatian agar dipilih dalam pemilu 9 April nanti. Tua – Muda saling berebut untuk menduduki kursi dewan ataupun pucuk pimpinan negeri ini. Solusi yang ditawarkan oleh setiap generasi atas zamannya masing-masing diterjemahkan dalam bangunan gramatika politik yang khas. Begitupun dengan beberapa lapis generasi manusia indonesia sampai pada hari ini, telah melahirkan berbagai gramatika politiknya masing-masing. Saat ini bukan hanya mereka yang berpengalaman atau yang sudah memiliki nama ataupun yang senior yang kemudian mau bersaing untuk menduduki posisi – posisi tertentu di pemerintahan namun para elit kaum muda juga bermunculan.
Ketika mulai memasuki era Reformasi menjadi pengharapan besar agar demokrasi di negeri ini semakin berjalan baik akan tetapi kondisi lain perubahan aturan main pemilu menyebabkan kran demokrasi kita terbuka lebar berdampak pada cost politik kita semakin tinggi hal ini tentunya menjadi kendala besar bagi para calon legislative yang memiliki kualitas dan kapabilitas baik harus kalah bersaing dengan caleg yang memiliki modal tinggi, muncul fenomena orang-orang yang tidak memiliki kapasitas serta kapabilitas dibidang politik tiba-tiba mencalonkan diri dikarenakan dikenal dan memiliki modal tinggi akhirnya mencoba peruntungannya mencalonkan diri sebagai anggota legislative alih-alih siapa tahu beruntung menjadi sebuah profesi baru sebagai anggota dewan.
Peran Pemuda Harus Bagaimana?
Disinilah peran sentral Pemuda Indonesia dimana pemuda sebagai kekuatan terbesar pembangunan bangsa sebisa mungkin mampu memberikan pencerdasan kepada masyarakat agar tidak asal memilih calonnya yang akan duduk di parlemen namun masyarakat diharapkan tahu dan paham bagaimana kapasitas dan kapabilitas calon legislative tersebut, dimana menjelang Pemilu( pemilihan umum) 9 April nanti masyarakat dibingungkan tidak bisa membedakan antara si baik dan si jahat, si amannah dan si khianat karena bergumul menjadi satu bagian tak dapat dibedakan.Dengan adanya upaya pemuda memberikan sebuah pendidikan politik dan pencerdasan pemilih diharapkan masyarakat mampu memilih calonnya setidaknya asal kenal saja hal ini akan berdampak positif sehingga mampu menekan terjadinya money politic yang pada saat ini menjadi budaya ngetren dikalangan masyarakat. Upaya ini sekiranya mampu membuka ruang kepada caleg yang baik dan bermutu tetapi tidak memiliki modal mampu bersaing dengan para caleg yang masih dipertanyakan kapasitasnya namun memiliki modal besar.
Di Samping itu Pemuda khususnya Mahasiswa memiliki tugas besar dalam mengawal jalannya pemilu 2014 ini mampu berjalan secara Jurdil (Jujur dan Adil). Bagaimana mahasiswa mampu melaksanakan fungsinya sebagai agen of control dalam jalannya Pemilu agar penyelenggara pemilu seperti KPU dan BAWASLU mampu bersikap senetral mungkin tanpa harus membela pihak manapun.
Setidaknya dengan pemaksimalan peran Pemuda ini diharapkan mampu menghasilkan pemimpin-pemimpin yang baik dan bermutu yang siap mengabdi kepada rakyat sebagai kekuasaan teringgi dalam sebuah sistem demokrasi sehingga Pemilu tak hanya menjadi hajatan demokrasi yang semata-mata memilih para calon wakil rakyat saja namun menjadi sebuah harapan besar masyarakat Indonesia untuk memperoleh haknya untuk merasakan keadilan dan kedaulatan yang menjadi amanat UUD 1945.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H