Lihat ke Halaman Asli

Dhia Imara

Manusia biasa yang segalanya masih belajar

Sajak: Dari Dhiara untuk Dyara

Diperbarui: 28 Maret 2022   10:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

menggapai rindu

Udara malam berhembus dari tengah ke timur
Ditemani bekas jejak kaki yang kala itu berat tuk melangkah
Melewati lorong waktu dengan hati yang tertatih
Entah apa yang sebenarnya terjadi dengan sang pemilik jejak kaki

Rasanya ia terlihat gila, sebab berbicara dengan angin malam
Angin malam yang sejatinya takkan pernah membalas pembicaraannya kala itu
Angin malam yang sejatinya hanya akan menjadi musuh baginya
Tubuhnya dingin dan terkaku bukan tanpa tersebab

Sembari menelusuri jalanan malam dengan kuda mesin kesayangannya
Kedinginan dan kekakuan itu terselimuti dengan rasa curang
Rasa yang rasanya mencabik-cabik fatamorgana
Rasa yang rasanya ingin segera tertunaikan

Rasa itu bernama, rindu
Tentang satu nama yang terlalu sering teringat dalam pikir sang pemilik jejak kaki
Tentang satu dari jutaan anugerah terindah yang dimiliki oleh semesta
Ya, dan ia menyebutnya adalah, Dyara

Nama indah itu seakan-akan terikat oleh tali yang begitu kuat
Semakin terpantang akan rindu jika terus melaju tuk diingat
Semakin menggebu jika rindu terus tersimpan dalam benak
Malangnya nasib sang pemilik jejak kaki itu


Rindunya ingin terbalas tapi butuh waktu untuk diteratas
Prinsipnya hanya sekadar belajar tuk sadar dan sabar
Bahwa pertemuan akan tertanda ketika muncul kabar
Dan pertemuan akan kembali memunculkan rindu jika telah tiba saatnya tuk diakhiri

- Ruang Rindu, 28 Maret 2022 - 10.00 WIB -

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline