Lihat ke Halaman Asli

Dhevvy Ayu

Mahasiswa Ilmu Komunikasi

Bijak Dalam Bersosial Media agar Tidak Menjadi Pelaku Cyberbullying

Diperbarui: 9 April 2021   15:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Media sosial dapat dengan mudah dan cepat menghubungkan kita dengan orang lain. Fitur yang disediakan sosial media seperti ruang chatting dan kolom komentar diberbagai macam flatform dapat memudahkan siapaun menjadi korban bully dan pelaku bully. 

Belakangan ini banyak pengguna sosial media yang secara mudah mendapatkan perilaku cyberbullying, walaupun memang karena kesalahannya sendiri. Cyberbullying adalah perilaku penindasan melalui perangkat elektronik, baik melalui pesan singkat seperti SMS atau whatsapp, pesan elektronik (e-mail), atau melalui laman media sosial. 

Kini cyberbullying menjadi hal yang biasa kita temukan ketika membuka sosial media dan bahkan ada orang-orang yang mendukung perilaku bullying di internet jika memang korban bully tersebut benar bersalah.

Misalnya dalam kasus Nia Ramadhani yang dibully netizen Indonesia karena sikapnya saat menjadi MC di Tiktok Awards. Tanpa disadari mereka yang berkomentar menjatuhkan telah menjadi pelaku bully di media sosial. Karena tidak sedikit yang menghujat dan membully Nia Ramadhani, hal ini menjadi pertanyaan apakah cyberbullying dimaklumi jika korbannya memang bersalah? Sebagai bentuk sanksi sosial atau peringatan agar korban kapok atas perbuatannya atau kita harus lebih bijak lagi dalam menerima dan menanggapi informasi negatif/kurang baik di media sosial.

Psikolog dari Universitas Surabaya, Listyo Yuwanto mengatakan ada beberapa faktor mengapaseseorang bisa membully. Pertama, perilaku yang kurang dewasa. 

Ketika seseorang melihat perilaku orang lain yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip umum atau prinsip pribadi, maka terdapat kecenderungan melakukan penghakiman berdasarkan sudut pandangnya sendiri. 

Kedua, masih banyak yang belum memahami esensi dari apa yang disebut kritik membangun.Ketika seseorang melakukan kesalahan maka harus dikritik, itu adalah konsep yang keliru, termasuk juga ketika ada orang yang salah maka harus disampaikan di media sehingga orang lain mengetahuinya dan tidak mencontohnya. 

Hal itu memang baik tujuannya, tetapi tidak sadar bahwa yang ditulisnya di media berisi kritikan tanpa sesuatu yang membangun orang lain yang dikritik,
malah menjatuhkan.

Agar bijak dalam bermedia sosial hal paling mudah yang harus kita lakukan adalah membangun empati sesama pengguna media sosial atau sesame manusia. 

Dapat kita lihat diberbagai macam flatform media sosial, banyak perkataan atau komentar yang sering menyinggung dan menyakiti perasaan orang lainnya. 

Kita harus lebih menyadari bahwa dibalik postingan yang berpotensi dibully itu ada manusia yang benar-benar hidup dan memiliki perasaan. Dengan membangun empati, kita menjadi sadar untuk: Pertama, tidak membully. Kedua, untuk membantu orang-orang yang jadi korban bully.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline