Lihat ke Halaman Asli

Bandwagon Fallacy dalam Logical Inquiries

Diperbarui: 10 Januari 2024   23:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Apa itu Fallacy?

Fallacy disebut sebagai suatu kesalahan logika. Fallacy ini menunjukkan adanya masalah dalam logika penalaran deduktif atau induktif. Hal ini berbeda dari kesalahan fakta, yang hanya berarti salah tentang fakta-fakta itu sendiri. Lebih spesifik, suatu Fallacy adalah "argumen" di mana premis-premis yang diberikan untuk kesimpulan tidak memberikan tingkat dukungan yang dibutuhkan.

Fallacy merupakan suatu kesalahan dalam cara kesimpulan akhir dari argumen, atau kesimpulan-kesimpulan perantara, secara logis terkait dengan premis-premis pendukungnya. Ketika ada kesalahan dalam suatu argumen, argumen tersebut dikatakan tidak sah atau tidak berlaku. Keberadaan logika Fallacy dalam suatu argumen tidak selalu menunjukkan sesuatu tentang premis atau kesimpulan argumen itu. Keduanya sebenarnya mungkin benar, tetapi argumen tetap tidak valid karena kesimpulan tidak mengikuti dari premis-premis dengan menggunakan prinsip inferensi argumen tersebut. Mengenali Fallacy seringkali sulit, dan argumen yang mengandung Fallacy seringkali berhasil meyakinkan audiens yang dituju.

Berikut akan menjelaskan Bandwagon Fallacy , memberikan contoh-contoh, dan membantu Anda menghindarinya dalam argumen Anda.

Apa itu Bandwagon Fallacy?

Bandwagon fallacy, atau yang juga dikenal sebagai appeal to popularity, appeal to the majority, atau argumentum ad populum, adalah jenis kesalahan berpikir informal yang menggunakan jumlah atau popularitas orang yang setuju dengan suatu klaim sebagai dukungan utama atau satu-satunya dukungan untuk klaim tersebut. Misalnya, mengatakan "Semua orang membeli produk ini, jadi itu pasti bagus" atau "Sebagian besar orang mendukung kebijakan ini, jadi itu harus menjadi pilihan terbaik" adalah contoh dari kesalahan semacam ini. Pernyataan-pernyataan ini tidak memberikan bukti yang valid atau relevan untuk klaim yang mereka buat; sebaliknya, mereka hanya bergantung pada tekanan emosional atau sosial. Jenis kesalahan ini dapat membuat seseorang membuat keputusan dengan tergesa-gesa atau irasional, mengikuti tren tanpa pertanyaan, atau menyesuaikan diri dengan opini mayoritas tanpa membentuk pendapat mereka sendiri.


Contoh:

"Jika kita memberlakukan undang-undang pengendalian senjata apapun, segera setelah itu, kita tidak akan diizinkan memiliki senjata sama sekali. Ketika hal itu terjadi, kita tidak akan bisa membela diri dari serangan teroris, dan ketika itu terjadi, teroris akan mengambil alih negara kita. Oleh karena itu, undang-undang pengendalian senjata akan menyebabkan kita kehilangan negara kepada teroris."

Tentu saja, contoh ini ekstrem, tetapi kita perlu memastikan, jika kita membuat garis penalaran dalam hal peristiwa yang mengarah ke peristiwa lain, kita tidak jatuh ke dalam kesalahan slippery slope.


 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline