Lihat ke Halaman Asli

Kode Penggolongan Siaran, Harus atau Hanya Sebuah Pajangan?

Diperbarui: 23 Oktober 2018   22:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(onegreenplanet.org)

Di zaman modern saat ini, di tengah perkembangan teknologi membuat setidaknya setiap rumah mempunyai satu televisi (tv). Kita sebagai penikmat acara tv pasti sudah tidak asing lagi dengan kode samar di pojok bawah layar. Kode yang berbentuk SU2+, BO, A7+, R13+, D18+  jika kita  dipahami akan memberikan tuntunan dalam menonton berbagai program pertelevisian.

KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) dalam Pasal 24 Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran memberlakukan suatu penggolongan program siaran menurut batasan usia pemirsa, SU2+ untuk tayangan yang bisa disaksikan semua umur, BO untuk pemirsa dibawah 18 tahun dengan bimbingan orang tua, A7+ untuk anak diatas 7 tahun, sampai kepada D18+ untuk pemirsa dewasa diatas  18 tahun.

Kenapa pengklasifikasian usia tontonan harus diadakan dan diterapkan ? kenapa anak-anak dilarang menonton program yang tidak sesuai dengan umurnya? Jawabannya dikarenakan bagi anak-anak sebuah tontonan adalah tuntunan bagi mereka, mereka sangat mudah meniru apa yang mereka lihat dan mereka dengar.

Dilansir oleh Tirto.id, Kylie Rymanowicz  Edukator Kehidupan Keluarga, peraih magister dalam bidang kehidupan keluarga dan pendidikan anak-anak dari North Carolina State University mengatakan bahwa anak-anak dapat mempelajari perilaku agresif dari sebuah pengamatan. Bisa melalui model hidup dengan pengamatan langsung yang dilakukan orang-orang di lingkungannya, tapi bisa juga melalui tontonan televisi atau program lain.

Carrie Shrier dari Universitas Michigan dalam penelitiannya pun menyatakan bahwa paparan televisi selama 20 detik saja dapat mempengaruhi perilaku balita.

Pada Tahun 2015, kita dihebohkan dengan berita meninggalnya Has, siswa kelas 1 SD Yayasan Zaidar Yahya yang menjadi korban pengeroyokan oleh lima temannya di sekolah yang saat itu tengah bermain silat-silatan menirukan  gaya sinetron di salah satu stasiun tv swasta nasional. Dalam main-main tersebut kawannya ada yang menedang, memukul dengan sapu serta menaiki tubuhnya, layaknya sineteron laga yang mereka tonton.

Dari kasus tersebut, Setiap orang tua harusnya dapat menjadikan hal ini pembelajaran karena tanpa disadari tontonan yang tidak baik bagi anak-anak dapat menguba pola pikir  dan menganggu psikologis mereka.

Sedikitnya Program anak-anak  menjadi salah satu jawaban kenapa anak-anak ikut menonton program yang tidak sesuai dengan umurnya. Hasil Kajian dari Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA) menyatakan pada Mei 2018, jumlah acara anak hanya mencapai 40 program, mengalami penurunan jumlah dibandingan pada Mei 2014 sebanyak 48 program acara.

Padahal anak-anak juga berhak mendapatkan  tontonan yang berkuliatas yang harusnya mengandung nilai edukasi dan moralitas. Bahayanya anak yang menonton acara yang mengandung kekerasan dapat menimbulkan dampak negatif seperti terganggunya pandangan hidup, ketidakmampuan berempati, ketegangan saraf, susah tidur, dan bertambahnya agresif anak saat bergaul dengan anak lain.

Apa yang Harus Dilakukan Orang Tua ?

Ikut menonton bersama anak menjadi pilihan terbaik yang bisa dilakukan untuk menentukan program tv yang baik untuk anak, sehingga orang tua bisa mengontrol remot dan memilih channel  yang baik untuk anaknya.Orang tua juga harus selektif melihat klasifikasi umur penonton, pilih yang sesuai umur anak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline