Gini Ratio atau rasio gini masih merupakan permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Permasalahan ini ternyata juga masih menjadi momok bagi DIY. Pada bulan Maret 2018, rasio gini yang dimiliki oleh DIY menyentuh angka 0,441, jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan rasio gini nasional yang menyentuh angka 0,389.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ketimpangan ekonomi, yang kita sebut dengan rasio gini, pada suatu daerah. Bila dilihat dari segi pertumbuhan ekonomi, seharusnya wilayah DIY tidak mengalami ketimpangan yang besar.
Pertumbuhan ekonomi akan selalu cenderung mengurangi tingkat kemiskinan dan ketimpangan pendapatan pada tahap awal. DIY sebagai salah satu destinasi wisata besar di Indonesia telah mengalami pertumbuhan ekonomi pada berbagai sektor.
Mulai dari tempat wisata, kuliner yang ada, transportasi, penginapan, bahkan sektor cendera mata dan oleh-oleh. Belum lagi sektor pendidikan, yang mana DIY juga dikenal sebagai kota pelajar.
Berbagai sektor tersebut akan menimbulkan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sehingga pertumbuhan ekonomi seharusnya dapat mengurangi tingkat kemiskinan dan ketimpangan pendapatan pada masyarakat. Akan tetapi, pertumbuhan ekonomi dapat juga menyebabkan melebarnya jarak ketimpangan antara yang kaya dengan yang miskin. Hal ini dapat terjadi karena adanya akumulasi modal dan kemajuan teknologi yang justru meningkatkan penguasaan sumber daya dan kapital oleh para penguasa modal. Sedangkan non pemilik modal akan tetap berada dalam keadaan kemiskinan.
Kesetaraan Pernikahan
Salah satu faktor lain yang mempengaruhi rasio gini adalah faktor pernikahan. Memang tidaklah lazim bagi kita untuk mengaitkan faktor pernikahan ini ke dalam permasalahan rasio gini.
Tetapi mari kita lihat bersama permasalahan yang terjadi pada pernikahan sehingga dapat berdampak pada rasio gini. Masih ingatkah kita akan kisah pangeran dengan bawang putih? Suatu kejadian yang sangat jarang kita temui pada masa sekarang ini. Kisah FTV yang menayangkan pernikahan antara bangsawan dengan rakyat jelata, bos dengan karyawannya, ataupun dosen dengan mahasiswanya seringkali kita lihat di layar kaca, tetapi berapa banyak kita melihatnya di kehidupan nyata?
Kehidupan nyata tidaklah seindah jalan cerita di layar kaca. Isu kesetaraan gender belakangan meningkat. Seseorang cenderung mencari pasangan yang memiliki kesamaan atribut, yang kurang lebih mirip dengan dirinya.
Kesamaan atribut ini akan meminimalkan perbedaan maupun potensi konflik diantara pasangan serta menopang stabilitas ekonomi yang lebih tinggi sehingga kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan anak juga akan lebih baik. Yang menjadi masalah adalah akan terjadi gap yang semakin lebar antara yang kaya dengan yang miskin.
Mereka yang kaya dan berpendidikan cenderung menikahi mereka yang memiliki atribut yang sama sehingga penghasilan mereka akan semakin besar dan menciptakan kesenjangan yang lebih lebar.