Lihat ke Halaman Asli

Pilkada 2024: Memilih Pemimpin yang Otentik untuk Perubahan

Diperbarui: 18 November 2024   17:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar: www.cahayaislam.id

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, yang akan diselenggarakan secara serentak pada 27 November 2024, merupakan momen penting dalam perjalanan demokrasi Indonesia. Berdasarkan data dari Komisi Pemilihan Umum, Pilkada 2024 akan diikuti oleh 545 daerah, terdiri dari 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota. Pilkada ini bukan hanya merupakan mekanisme untuk pergantian pemimpin, tetapi juga menjadi tolok ukur kematangan demokrasi di Indonesia. Pilkada yang baik seharusnya mencerminkan nilai-nilai moral, etika, dan kejujuran yang dijadikan dasar dalam pemilihan oleh rakyat. Sebaliknya, praktik politik uang dapat merusak integritas sistem demokrasi, merusak keadilan dalam proses politik, dan menghasilkan hasil pemilu yang tidak sah.

Pilkada memberikan kesempatan bagi rakyat untuk memilih pemimpin yang dianggap terbaik sesuai dengan kebutuhan dan harapan mereka. Namun, rakyat juga harus siap menerima konsekuensi dari pilihan yang dibuat, baik itu pemimpin yang membawa kemajuan maupun yang tidak memenuhi harapan. Oleh karena itu, sangat penting untuk memahami latar belakang dan rekam jejak calon kepala daerah agar tidak salah dalam memilih.

Pilkada 2024 diharapkan melahirkan pemimpin yang bukan hanya didorong oleh modal besar atau kepentingan politik kelompok tertentu, tetapi mereka yang memiliki pengalaman, kemampuan, dan rekam jejak yang jelas. Pemimpin yang diharapkan adalah mereka yang memiliki visi dan misi yang jelas untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta mampu mewujudkan program kerja yang dapat dirasakan manfaatnya.

Proses Pilkada 2024 sangat membutuhkan pemimpin yang otentik, pemimpin yang memiliki kepribadian yang kuat dan mampu menggerakkan perubahan yang inovatif serta memberdayakan potensi lokal. Pemimpin otentik adalah individu yang memiliki kesadaran diri yang tinggi, mengenali nilai-nilai pribadi, dan berkomunikasi secara jujur dengan orang lain. Kepemimpinan otentik mengutamakan kejujuran, keterbukaan, dan konsistensi antara nilai-nilai pribadi dan tindakan dalam kepemimpinan.

Namun, menjadi pemimpin otentik bukanlah hal yang mudah. Kepemimpinan semacam ini membutuhkan upaya yang besar, tekad untuk tetap menjaga moral dan integritas meskipun menghadapi tantangan berat, serta kemampuan untuk menyeimbangkan emosi dan tetap fokus pada kepentingan masyarakat. Pemimpin yang otentik tidak hanya berani menunjukkan jati dirinya, tetapi juga berani mengambil keputusan yang membawa perubahan nyata bagi daerah yang dipimpinnya.

Di tengah disrupsi dan krisis kepemimpinan yang melanda banyak wilayah, masyarakat membutuhkan pemimpin yang mampu membawa perubahan signifikan tanpa mengandalkan popularitas semata. Pemimpin otentik harus mampu memberikan bukti konkret melalui kinerja yang nyata, dan tidak hanya mengandalkan pencitraan. Selain itu, pemimpin daerah juga harus siap menghadapi tantangan zaman, terutama dalam menghadapi perkembangan teknologi yang pesat. Pemimpin yang adaptif akan mampu mengatasi permasalahan secara cepat dan tepat serta melibatkan berbagai pihak untuk mencari solusi terbaik bagi masyarakat.

Kepala daerah juga harus memprioritaskan pengembangan sumber daya manusia (SDM) di daerahnya. Salah satu cara untuk mencapai ini adalah dengan menyediakan beasiswa untuk putra daerah melanjutkan pendidikan di universitas-universitas terkemuka, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Program beasiswa ini akan memberikan mereka kesempatan untuk berkembang di lingkungan akademik yang kompetitif, bertemu dengan mahasiswa dan dosen dari berbagai daerah dan negara, serta membangun jaringan yang berguna untuk pengembangan daerah mereka kelak.

Universitas-universitas terbaik di Indonesia harus menjadi tujuan utama bagi putra daerah yang ingin melanjutkan studi. Pemerintah daerah harus memastikan ada dana yang cukup untuk mendukung program beasiswa ini. Selain itu, kepala daerah juga harus mendukung institusi pendidikan yang ada di daerah, khususnya universitas yang berada di bawah naungan pemerintah pusat, seperti yang dikelola oleh Kemendikbud. Terkadang, hubungan yang kurang harmonis antara kepala daerah dan pihak universitas dapat menghambat pengembangan SDM di daerah tersebut.

Universitas dengan peran tridharma (pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat) sangat berpotensi menjadi mitra strategis dalam pembangunan daerah. Universitas dapat berkontribusi besar dalam menciptakan inovasi melalui penelitian dan memberikan pengabdian kepada masyarakat. Oleh karena itu, kepala daerah harus memberikan keleluasaan kepada universitas untuk menjalankan program-program yang dapat membantu pembangunan di desa atau wilayah binaan. Dengan kolaborasi yang baik antara pemerintah daerah dan universitas, diharapkan akan terbentuk ekosistem yang mendukung pengembangan SDM dan kemajuan daerah.

Reformasi birokrasi adalah hal yang tidak kalah penting. Pemerintah daerah harus mampu melakukan perbaikan dalam struktur birokrasi, karena kualitas birokrasi yang baik akan sangat mempengaruhi pencapaian tujuan demokrasi dan otonomi daerah. Tanpa perbaikan kualitas birokrasi, baik dalam hal profesionalisme maupun efektivitas, maka tujuan otonomi daerah dan demokrasi akan sulit tercapai.

Birokrasi yang efisien, transparan, akuntabel, dan netral secara politik akan berkontribusi positif terhadap pelaksanaan otonomi daerah dan pemerintahan yang lebih baik. Birokrasi yang baik akan mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik, dan tentunya berdampak pada kemajuan ekonomi daerah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline