Lihat ke Halaman Asli

DHEA YUNIATI

mahasiswa

Pemberdayaan Remaja Desa dalam Upaya Meningkatkan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi

Diperbarui: 22 Desember 2021   07:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini merupakan tahap krisis karena merupakan tahap transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Seorang remaja memiliki dorongan melakukan berbagai bentuk perilaku seksual melalui relasi heteroseksual yang biasa terjadi pada masa perkembangan mereka. Salah satu ciri perilaku heteroseksual remaja masa kini yaitu sikap terhadap perilaku seks yang jauh lebih lunak dibanding remaja generasi sebelumnya (Hurlock, 1997). Tidak mengherankan jika ancaman pola hidup seks bebas di kalangan remaja berkembang semakin serius.

Permasalahan utama kesehatan reproduksi remaja (KRR) di Indonesia adalah kurangnya informasi mengenai kesehatan reproduksi. Pengetahuan akan kesehatan reproduksi remaja masih menjadi isu yang sangat langka diketahui oleh remaja baik perempuan maupun laki-laki. Tingginya angka kematian ibu dan bayi serta makin banyak kasus seperti menikah usia muda, hamil usia muda, penyakit menular seksual, HIV/AIDS, penyakit tidak menular cancer Mammae dan kanker serviks, adanya keguguran, seks sebelum menikah serta gangguan gizi. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi ini sejatinya bisa di peroleh dan melibatkan teman sebaya, Guru BK sekolah, orang tua, keluarga dekat atau tenaga kesehatan. Menurut Lestyoningsih pada tahun 2018 informasi tentang masalah-masalah kesehatan reproduksi, perlu diketahui oleh petugas kesehatan perlu diketahui oleh petugas kesehatan, pengambilan keputusan dan juga remaja serta stakeholder sehingga membantu mengurangi jumlah masalah kesehatan reproduksi remaja.

Masalah Kesehatan Reproduksi di kalangan remaja perlu mendapat perhatian lebih dari berbagai pihak, mengingat dampak yang dihasilkan akibat perilaku seksual cukup serius dan dapat berpengaruh pada kehidupan individu itu sendiri di masa datang. Untuk itu, perlu dilakukan upaya pencegahan sedini mungkin terhadap perilaku seksual yang menjurus ke kehidupan seks bebas sehingga dibutuhkan partisipasi dalam bidang kesehatan, termasuk keperawatan. Keperawatan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan memiliki peran dalam upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit.

Dalam upaya pencegahan tersebut dapat diawali dengan mengaktifkan remaja salah satunya remaja yang berada di sekolah-sekolah di daerah melalui pembentukan kader kesehatan reproduksi remaja. Perhatian terhadap permasalahan kesehatan terus dilakukan terutama dalam perubahan paradigma sakit yang selama ini dianut masyarakat ke paradigma sehat. Paradigma sakit merupakan upaya untuk membuat orang sakit menjadi sehat, menekankan pada kuratif dan rehabilitatif, sedangkan paradigma sehat merupakan upaya membuat orang sehat tetap sehat, menekan pada pelayanan promotif dan preventif.

Begitu pula dengan yang dilakukan kader di Desa Cilangkap Kecamatan Buahdua Kabupaten Sumedang dimana pemerintah desa dan karang taruna saling bekerja sama dalam pemberdayaan remaja dengan pengoptimalan pengetahuan kesehatan reproduksi guna mencegahnya kasus-kasus yang sering terjadi pada remaja di desa. Metode kegiatan yang dilakukan adalah Pemberdayaan dan Pelatihan Remaja Serta Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja dalam Upaya Optimalisasi Kesehatan Reproduksi Remaja melalui ceramah, tanya jawab (diskusi), tayangan video, dan permainan (games). Persiapan sebelum dilaksanakannya program dilakukan analisis situasi mengenai kondisi pengetahuan dan kemampuan remaja dalam menjaga kesehatan reproduksinya di Desa Cilangkap, Kecamatan Buahdua, Kabupaten Sumedang yang akan menjadi sasaran pelatihan. Kemudian Tim bekerja sama dengan karang taruna membentuk (panitia pelaksana) dan menyusun rencana kegiatan bersama. Rencana kegiatan ini dikonfirmasikan kepada pihak aparat desa dan pihak puskesmas (bidan desa), dan hasilnya teridentifikasi 100 remaja yang terdiri dari 38 Laki-laki dan 62 Perempuan yang akan menerima penyuluhan. Selanjutnya karang taruna melakukan persiapan dengan menyusun job description dari masing-masing seksi pada kepanitiannya. Selanjutnya panitia membuat dan menyebarkan undangan ke pihak yang bersangkutan dan berkolaborasi dengan desa dalam mempersiapkan ruangan, alat dan bahan yang diperlukan untuk kegiatan tersebut. Untuk menyamakan persepsi karang taruna, maka tim melakukan pertemuan terlebih dahulu dengan seluruh panitia karang taruna untuk membahas isi acara dan materi-materi yang akan diberikan dalam kegiatan.

Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan di Aula Desa Cilangkap. Pada pelaksanaannya, kegiatan ini dilakukan pada tanggal 19 Desember 2021 pukul 08.00-16.00 WIB. Kegiatan di awali dengan pretest terlebih dahulu untuk mengukur sejauh mana pengetahuan dan kemampuan siswa dalam memelihara kesehatan reproduksi mereka. Kemudian dilakukan pelatihan melalui ceramah, tanya jawab (diskusi), penayangan film (video), dan games. Pemberian materi dilakukan oleh Tim Ahli. Di sela-sela kegiatan untuk menghindari kejenuhan, peserta diberikan beberapa games yang dipandu oleh panitia. Peserta pun mendapatkan leaflet perawatan kesehatan reproduksi remaja. Dengan demikian, seluruh remaja dapat mempelajarinya kembali dan dapat digunakan sebagai pedoman dalam mengoptimalkan kesehatan reproduksi mereka.

Menurut survei menunjukkan pengetahuan remaja di desa Cilangkap, kecamatan Buahdua tentang kesehatan reproduksi tergolong baik, yaitu sebanyak 95 responden (95%) sedangkan pengetahuan kurang didapat sebanyak 5 responden (5%).  Berdasarkan tabel 1, usia remaja pertama kali berpacaran paling dominan yaitu 10-16 tahun, pada laki-laki sebanyak 37 responden dan pada perempuan sebanyak 41 responden sedangkan hasil survey SDKI KRR 2012 menunjukan proporsi terbesar berpacaran pertama kali pada usia 15-17 tahun. Sekitar 33.3% remaja perempuan dan 34,5% remaja laki-laki berusia 15-19 tahun mulai berpacaran pada saat mereka belum berusia 15 tahun. Pada usia tersebut dikhawatirkan belum memiliki keterampilan hidup yang memadai sehingga mereka berisiko memiliki perilaku pacaran yang tidak sehat, antara lain seperti hubungan seks pranikah.

Kegiatan Penyuluhan Kesehatan ini secara umum dapat berlangsung cukup baik, karena adanya faktor-faktor pendukung terhadap kegiatan tersebut di antaranya: Keingintahuan, antusiasme dan partisipasi aktif dari peserta penyuluhan, karena materi pelatihan yang merupakan informasi yang peserta butuhkan. Selain itu, dalam pelatihan ini diberikan materi-materi yang akan menjadi bekal pengetahuan remaja dalam menjaga kesehatan reproduksinya. Berbagai metode yang digunakan dalam pelatihan ini tidak membuat peserta bosan karena selain ceramah dan tanya jawab, juga dilakukan pemutaran film proses menstruasi. Selain itu juga dalam pertengahan acara diselingi dengan permainan (games). Serta sarana dan prasarana yang cukup menunjang, yang difasilitasi oleh pihak desa seperti ruangan yang cukup kondusif dan sound system yang memadai. Adapun dampak dan manfaat dari pelaksanaan pemberdayaan remaja dalam optimalisasi kesehatan reproduksi remaja adalah terbentuknya per group kesehatan sebagai kader kesehatan di kalangan remaja, yaitu kader yang memiliki pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja dan memiliki kemampuan untuk menjadi sumber informasi bagi kelompok sebayanya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline