Lihat ke Halaman Asli

Ballerina

Diperbarui: 24 Februari 2021   11:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende


Sabtu pagi yang cerah menyapaku pagi ini, kuterbangun dengan rasa yang tak biasa, sebuah penyesalan terus saja membuatku tak bisa tenang, setiap orang pasti pernah merasakan pahitnya di masa lalu, begitupun denganku. Aku bangun dan berjalan menuju sebuah ruangan yang tidak pernah berani ku buka. Ruangan yang memiliki banyak kenangan.


"Bianca kamu pasti kuat!" ucapku pada diriku sendiri


Perlahan ku buka ruangan itu, terlihat beberapa barang yang tersusun rapi disana. Aku berjalan melihat sekeliling ruangan. Oh tidak, begitu banyak kenangan yang tersimpan di ruangan itu. Hingga pada akhirnya mataku tertuju pasa sebuah album foto yang berada diatas meja. Foto ku bersama saudara perempuanku ketika masih kecil. Aku membukanya perlahan demi perlahan hingga tak sadar air mataku mengalir. Aku teringat akan memori ku bersama saudaraku. Betapa jahatnya diriku kepadanya.


Waktu itu ketika umurku beranjak remaja aku mengikuti kelas ballerina karena memang aku bercita - cita untuk menjadi seorang penari balet profesional. Aku pergi kelas dengan saudara perempuanku yang umurnya satu tahun lebih tua dariku, namanya Diandra. Aku dan Diandra seperti anak kembar yang tak bisa terpisahkan, mungkin karena umur kami yang hanya berbeda satu tahun. Kemanapun kami selalu bersama, berbagi cerita, saling menyayangi layaknya saudara kandung seperti biasa. Aku dan Diandra tak henti - hentinya berlatih menari. Setiap kali pulang sekolah ataupun hari libur kami selalu melakukan latihan balet bersama. Aku senang memiliki saudara perempuan seperti Diandra, ia orang yang sempurna. Hidupnya selalu beruntung, ia anak yang sangat pintar, bahkan ia sudah menjuarai beberapa lomba, termasuk lomba balet. Aku senang ketika Diandra dinobatkan menjadi seorang pemenang, akan tetapi semakin aku beranjak dewasa, aku memiliki perasaan yang seharusnya tidak pantas aku rasakan. Aku iri dengan keberhasilan Diandra. Dia selalu dipuji oleh semua orang, terkecuali orang tuaku. Orang tuaku selalu menasehatiku untuk tidak iri kepada Diandra. Sejak saat itu aku berlatih lebih keras agar aku bisa mengalahkan Diandra, ya aku memang salah melakukan hal itu, karena bagaimanapun Diandra adalah saudara kandungku, tidak sepantasnya aku jadikan saudaraku menjadi sainganku.


"Bi, nanti kita latihan bareng ya." Ajak Diandra kepadaku ketika kita pulang sekolah


"Gausah, aku bisa latihan sendiri." Jawabku pada Diandra ketus


Aku meninggalkan Diandra ke tempat latihan sendirian. Aku terus berlatih sekeras mungkin agar aku bisa mengalahkan Diandra. Lama aku berlatih Diandra menghampiriku "Bi, ini minum dulu, kamu terlalu keras berlatih hari ini, istirahatlah nanti kakimu sakit." Ucap Diandra menyerahkan sebotol air mineral kepadaku. Dan apa yang aku lakukan kepadanya?? Aku menepis tangan Diandra hingga air itu terlempar jauh.

"Gausah sok perhatian deh!" ucapku padanya.


"Bianca!! Apa yang kamu lakukan?!" Teriak guru baletku


"Hmm ini salah saya miss, saya yang menganggu Bianca latihan, biar saya yang membersihkan ini." Ucap Diandra membelaku.


Aku pergi ke meninggalkan Diandra disana untuk beristirahat sejenak. Setelah istirahat aku harus latihan kembali agar gerakan berputarku maksimal. Aku berputar dan melompat dengan semangat hingga tak sadar lantai bekas minuman yang aku tepis tadi masih licin dan akhirnya kejadian tak terduga menimpaku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline