Lihat ke Halaman Asli

Dhea Maudia

Saya Mahasiswi Jurnalistik - Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi - UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dakwah yang Persuasif dengan Sentuhan Retorika

Diperbarui: 14 Juni 2024   17:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Syamsul Yakin dan Dhea Maudia (Dosen dan Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Retorika dan dakwah sangat terkait. Retorika adalah seni berbicara, dan dakwah adalah mengajak dengan cara berbicara. Jika dakwah disampaikan dengan bahasa yang indah, itu akan memesona mad'u. Ini adalah jenis dakwah billisan. 

Retorika mengacu pada komunikasi verbal. Dikenal dua jenis dakwah: billisan dan bilkitabah. Spektrum dakwah mencakup mengajak dengan berbicara dan tulisan.

Retorika juga memperhitungkan komunikasi nonverbal, baik secara tatap muka maupun secara maya. Sementara itu, dakwah dikenal sebagai bentuk dakwah bilhal, yang dapat dilakukan secara online atau offline. Dalam retorika, bahasa tubuh dan gerakan tubuh dipahami; dalam dakwah, itulah yang dimaksudkan untuk menyampaikan role model atau keteladanan.

Dengan cara yang sama seperti retorika berkembang dari seni berbicara menjadi ilmu berbicara, dakwah juga berkembang dari kegiatan agama menjadi kajian agama, dan retorika dari warisan budaya menjadi ilmu dakwah yang sistematis, logis, dan dapat diandalkan.

Jika tujuan retorika adalah untuk menyampaikan pesan secara informatif, persuasif, dan rekreatif, maka pesan dakwah yang terdiri dari akidah, syarjah, dan akhlak juga dapat disampaikan secara informatif, persuasif, dan rekreatif. Bahkan, pada tingkat tertentu, tujuan retorika dan dakwah sama-sama edukatif.

Menurut tujuan retorika persuasif, dakwah memiliki metode, seperti bilhikmah, ceramah, dan diskusi, yang harus disampaikan dengan cara yang halus. Jika pengembangan retorika menuntut penggunaan bahasa baku yang didasarkan pada data dan penelitian, hal yang sama berlaku untuk dakwah, baik billisan, bilkitabah, maupun bilhal. Ini terutama berlaku ketika menimbang mad'u secara kritis dan rasional.

Menurut Aristoteles, pathos, logos, dan ethos adalah komponen retorika, dan para dai harus memiliki ketiganya, baik secara intelektual maupun spiritual. Namun, ekspresi sedih atau gembira para dai dalam pathos bukan retorika semata. 

Berdakwah harus menguasai retorika verbal dan nonverbal, tetapi juga diharapkan bahwa retorika memasukkan konten, seperti akidah, syariah, dan akhlak. Dakwah tanpa retorika adalah dakwah yang buta, dan retorika tanpa muatan dakwah adalah dakwah yang buta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline