Setya Novanto, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan juga Ketua Umum Partai Golkar ini kian marak menjadi pembicaraan di berbagai kalangan masyarakat. Kasus Kartu Tanda Penduduk Elektronik (E-KTP) yang akhirnya menyeret sosok yang familiar dipanggil SetNov menjadikannya buah bibir tak hanya dikalangan masyarakat tetapi juga di media massa seperti surat kabar hingga televisi dan juga media online.
Penanganan kasus dugaan korupsi proyek E-KTP dipenuhi dengan drama yang panjang hingga akhirnya SetNov berhasil ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka dari kasus tersebut. Bagaimana tidak, mulai dari penetapan SetNov sebagai tersangka pada bulan Juli 2017 hingga akhirnya SetNov resmi mengenakan rompi oranye pada 19 November 2017 dipenuhi dengan aneka kejadian yang kian menghambat penanganan kasus tersebut.
Sekilas tentang drama SetNov yang dijabarkan pada sebuah berita dengan judul "Jalan Panjang Setya Novanto Hinga Pakai Rompi Oranye" di portal online surat kabar Kompas, dalam kasus dugaan korupsi proyek E-KTP pada kurun waktu 2011-2012 KPK menduga SetNov ikut mengatur agar dana proyek tersebut disetujui oleh anggota DPR ketika SetNov menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR dan telah mengatur pemenang lelang proyek tersebut yaitu Andi Agustinus alias Andi Narogong yang menyebabkan kerugian negara hingga 2,3 triliun rupiah (Ihsanuddin, 20 November 2017).
Pada 17 Juli 2017 KPK menetapkan SetNov sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek E-KTP dan SetNov mengaku akan mengikuti proses hukum yang berjalan dengan tetap mempertahankan jabatannya sebagai Ketua DPR dan Ketua Umum Partai Golkar. Sebulan lebih setelah menyandang status sebagai tersangka, SetNov Resmi mendaftarkan gugatan praperadilan terhadap KPK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan agar penetapan statusnya sebagai tersangka dibatalkan oleh KPK.
Meskipun begitu, KPK tetap memanggil SetNov untuk melakukan pemeriksaan. Namun, SetNov mangkir dengan berbagai alasan seperti sakit dan menjadikan putusan praperadilan yang belum dikeluarkan sebagai benteng untuk menunda proses penyidikan dirinya. Hingga menjelang akhir September, SetNov tidak juga menanggapi surat panggilan KPK dan praperadilan pun dimenangkan pihak SetNov karena penetapan SetNov sebagai tersangka oleh KPK dianggap tidak sah. KPK pun diminta untuk menghentikan penyidikan terhadap SetNov.
Tidak lama kemudian SetNov pun sembuh dan kembali menjalankan tugas jabatannya. Meskipun sudah tidak menyandang status sebagai tersangka, KPK tetap memanggil SetNov untuk pemeriksaan sebagai saksi untuk tersangka kasus E-KTP Anang Sugiana Sudiharjo (Ihsanuddin, 20 November 2017). Kali ini SetNov mangkir dengan alasan KPK harus mengantongi izin Presiden terlebih dahulu. Pada 10 November 2017 KPK mengeluarkan kembali pengumuman penetapan SetNov sebagai tersangka kasus E-KTP dan surat perintah penyidikannya sudah terbit sejak 31 Oktober 2017.
SetNov tidak berdiam diri dan kembali mendaftarkan gugatan praperadilan melawan KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Menanggapi kasus ini Joko Widodo selaku Presiden RI meminta baik pihak KPK maupun SetNov untuk berpegang pada aturan perundang-undangan yang ada. KPK pun akhirnya melakukan jemput paksa ke kediaman SetNov.
Sayangnya, SetNov tidak berada di tempat ketika KPK mendatangi kediamannya karena SetNov sedang melakukan wawancara dengan wartawan Metro TV Hilman Mattauch dan menyatakan akan datang KPK pada malam itu namun berujung kecelakaan tunggal menabrak tiang listrik. SetNov yang mengalami luka parah di bagian wajahnya dibawa ke rumah sakit.
Namun, tes kesehatan memastikan SetNov tidak lagi memerlukan rawat inap yang akhirnya merealisasikan KPK membawa Novanto keluar dari rumah sakit untuk dipindahkan ke rutan KPK setelah menjalani pemeriksaan terlebih dahulu (Ihsanuddin, 20 November 2017).
Aneka drama yang terjadi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan E-KTP yang menyeret SetNov menjadi tersangkanya tak kala membuat jengah karena seakan kasus tersebut tidak berujung dan tak kunjung tuntas. Namun, ada hal yang menarik untuk dicermati secara mendalam pada kasus ini. Dari berbagai drama yang memenuhi kasus ini, alasan mangkir SetNov dan tindakannya untuk mengajukan prapengadilan dan mengirim surat ke pihak-pihak berwajib hingga pada presiden menyiratkan ada harapan yang ingin diwujudnyatakan oleh SetNov lewat tindakan-tindakannya tersebut.
Di dalam salah satu teori komunikasi yaitu Teori Pelanggaran Harapan dinyatakan bahwa orang memiliki harapan mengenai perilaku nonverbal orang lain dan membuat prediksi mengenai perilaku nonverbal (West & Turner, 2010: h.130). Judee Burgoon yang mengemukakan teori tersebut menambahkan pada asumsi Teori Pelanggaran Harapan bahwa harapan mendorong terjadinya interaksi antarmanusia (West & Turner, 2010: h.134-135).