Payung memiliki makna simbol yang mendalam dan tidak sekedar sebagai alat peneduh. Payung sebagai material memiliki arti yang universal, di mana belahan dunia ini yang tidak mengenal payung.
Di Nusantara, payung sudah berkembang dengan beragam bentuk, bahan, corak, dan fungsi. Festival payung di pelataran Candi Prambanan menjadi ajang reuni payung se nusantara.
Yogyakarta sebagai kota wisata sangat memudahkan dan memanjakan para pejalan. Dengan hanya membayar 3000 perak kita bisa berkeliling Yogyakarta, benar dengan naik Trans Jogja. Sedari tadi saya menantikan Trans Jogja dengan rute 1A yang akan menuju Prambanan.
Petugas Trans Jogja begitu memahami situasi dalam kendaraan. Saat daya angkut tidak memenuhi,maka kita tidak ada diizinkan naik bus dan harus menunggu bus selanjutnya. Transportasi yang sangat manusiawi dengan menjaga keselamatan dan kenyamanan, jika tidak sabar banyak alternatif transportasi lainnya.
Akhirnya bus yang ditunggu datang. Berdiri di sudut bus menjadi tempat yang nyaman karena bersandar tanpa harus bergelayutan dipegangan gantung.
Tiga puluh menit berlalu, bus sudah meratap di halte Prambanan. Untuk menuju candi harus jalan kaki antar provinsi, yakni Yogyakarta dan Jawa Tengah. Hanya 10 menit jalan kaki sampailah kami di gerbang tiket.
Tiket akhir pekan Rp 50.000,00 harus kami tebus guna bisa memasuki pelataran candi. Tidak lupa petugas memeriksa tiket dan tas kami untuk memastikan tidak ada pesawat tanpa awak. Pemeriksaan usai dan kami diizinkan memasuki kawasan candi.
Di bawah pohon rindang di sisi timur Prambanan festival payung di selenggarakan. Payung dari ukuran mini yang biasa dipakai topeng monyet beratraksi sampai payung berukuran jumbo yang bisa menampung satu kesebelasan sepak bola.
Jajaran payung cantik warna-warni dengan anekan corak disebar. Pengungung dengan bebas bisa berfoto dengan payung yang diminatinya. Pengunjung juga bisa membeli sebagai oleh-oleh.
Saya tertarik dengan para pelukis payung yang dengan telaten menggoreskan kuas dan tintanya di atas kain penutup payung. Bunga, ikan, pemandangan menjadi pola lukisan yang digoreskan para pelukis. Kita juga bisa memesan pola lukisan, dan tentu saja disesuikan dengan harganya juga.
Kaki saya berlanjut pada lokasi pertunjukan. Ada tarian, pertunjukan busana, musik yang disuguhkan. "Mas kalau memotret sambil duduk ya..?" Panitia mengarahkan saya.
Benar saja, badan dan tas punggung saya menghalangi pandangan penuntun. Saya menunduk dan melambaikan tangan sembari tersenyum meminta maaf. Saya mundur dan menyambung lensa saya agar sedikit lebih panjang.
Sore itu langit Yogyakarta kurang begitu bersahabat. Saya yang sedari tadi menunggu matahari terbenam tak juga dipuaskan, sebab awan tebal sudah menggulung sang surya di ufuk barat.
Akhirnya menjelang petang saat petugas keamanan mengingatkan kita untuk segera bergegas menuju pintu keluar. Akhirnya selesai juga menyaksikan payung-payung nusantara.