Lihat ke Halaman Asli

Dhanang DhaVe

TERVERIFIKASI

www.dhave.id

Kisah Para Penggali Tulang

Diperbarui: 9 Januari 2019   17:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gua, dahulu adalah hunian manusia pra sejarah (dok.pri).

Hujan yang turun dengan lebatnya, membuat saat malah bisa berfantasi liar. Di mulut gua, saya membayangkan waktu ini mundur 50 ribu tahun silam. Saya berdiri di mulut gua, dan rekan-rekan saya sedang meramu makanan.

Nyala api yang tak boleh pada menjadi satu-satunya penerang, penghangat badan, dan media untuk memasak makanan. Imajinasi saya menjadi manusia awal yang tinggal di Nusantara.

Lamunan saya buyar manakala hujan reda dan langit kembali terang benderang. Saya baru tersadar, mengapa manusia purba memilih gua sebagai tempat tinggal. Benar, mereka tidak perlu membangun rumah dan cukup tinggal di lorong goa yang remang.

Kisah di dalam gua
Sebelum saya sampai mulut gua, sumpah serapah keluar gegara masuk ke mulut gua yang terjal.  "Ini manusia kenapa tinggal di tempat yang sulit seperti ini, enakan tinggal di bawah dekat dengan sungai". Baru saja saya turun dari gua dan saat menuju sungai "barusan terjadi banjir, manusia masa lalu ternyata lebih pintar dan arif daripada saya".

Namun yang ingin saya ceritakan adalah, bagaimana saya bisa bercerita ini. Berkat para penggali tulanglah saya paham tentang apa yang terjadi pada masalalu, ribuan bahkan jutaan tahun yang lalu. Saya sangat beruntung diajak menjadi barisan penggali tulang, dan merekalah para arkeologh.

Lukisan Dinding Gua
Dinding gua yang sepi, menjadi saksi bisu tentang masa lalu. Lukisan dinding gua bisa saja bercerita banyak tentang waktu itu lewat goresan oker di dinding gua. Namun, dibalik kebisuan itu ternyata ada kotak hitam yang menyimpan rekaman ribuan bahkan jutaan tahun yang lalu.

Lukisan Dinding Gua (dok.pri).

Lapisan tanah pelan-pelan disingkap dengan menggunakan kuas. Jika ada benda keras barulah mereka memakin pengorek dari logam, lalu di kuas lagi. Mereka menyingkap lapisan tanah demi lapisan. Setiap temuan sekecil apapun, baik tulang, batuan, atau fosil harus tercatat dan terpetakan dengan baik.

Fosil menjadi salah satu masterpiece jika ditemukan, artinya barang tersebut berusia ribuan bahkan ratusan juta tahun yang lalu. Tulang, bisa menjadi indikator waktu puluhan, ratusan, dan ribuan tahun yang lalu. Batu, bisa menjadi keduanya tergantung bentuk, ukuran, dan kegunaanya.

Para Arkeolog
Saya memerhatikan para penggali tulang, baru dapat satu lapisan tanah saya sudah nyerah. Mereka masih asyik bahkan semkain antusias, sebab setiap temuan adalah jawaban dari pertanyaan mereka. Semakin banyak temua maka jawaban semakin akurat. Temuan aka mereka masukan dalam plastik lalu diberi label.

Tulang temuan yang akan menjawab masa lalu (dok.pri).

Sudah sinting ini orang, kemana-mana bawa tulang dan batu. Arkeologi sebagai salah satu ranah ilmu yang jauh dari gemerlap dan pesta pora para ilmuwan. Mereka bekerja jauh dari keramaian, nyaris kesepaian. Namun di balik kesepian, mereka sebenarnya sedang berdialektika dengan memutar waktu ribuan tahun ke belakang.

Baru saja sampai di kemah dasar. Saat orang seperti saya merebahkan badana, para pencari tulang itu sibuk mencari air. Mereka sedang tidak mandi, sebab sebelum temuan dimandikan/dicuci mereka belum mandi.

Sepertinya mereka lebih sayang temuannya bau badan dari pada badannya sendiri. Namun, yang dimaksud adalah, setiap temuan harus segera diamankan dan secepatnya dianalisis guna menentukan esok bertanya tentang apa?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline