Tumbuhan adalah mahluk yang istimewa dalam menjaga eksistensinya. Di saat hewan harus mencari pasangan untuk melanggengkan generasinya, tumbuhan tidak perlu bersusah payah.
Evolusi menciptakan tumbuhan sebagai organisme yang mampu berkembang secara seksual/kawin dan aseksual/tidak kawin. Dalam kondisi tertentu tumbuhan harus kawin, ada kalanya tidak harus kawin dalam reproduksi. salah satu contoh yang menarik adalah eceng gondok.
Eceng gondok
Eceng adalah tumbuhan air yang familiar disebut dengan genjer (Limnocharis flava). Sedangkan eceng gondok (Eichhornia crassipes) adalah tumbuhan air mirip genjer, tetapi pada tangkai daunnya menggelembung yang berfungsi sebagai pelampung.
Mereka berdua bukan kerabat dekat, meskipun sama-sama tinggal di air. Kedekatan mereka hanyalah sebatas kelas yakni, Liliopsida. Yang membedakan lagi, eceng gondok mampu tinggal di air dan di lahan basah, sedangkan genjer hanya di lahan basah.
Eceng gondok adalah salah satu momok bagi ekologi. Pada tahun 1824, seorang ahli botani berkebangsaan Jerman yakni Carl Friedrich Philipp von Martius menemukan eceng gondok di Sungai Amazon Brazil. Ini adalah sejarah awal dari tumbuhan apung ini, yang kemudian menjadikannya sebagai tanaman hias. Penyebaran eceng gondok hampir merata di daerah tropis, yang semuala sebagai penghias kolam tetapi kini menjadi gulam perairan.
Reproduksi eceng gondok
Pertumbuhan eceng gondok sangat cepat. Sebut saja Rawa Pening di Jawa Tengah yang 75% luar permuakaanya sudah tertutupi eceng gondok. Nelayan tidak lagib isa leluasa bergerak kareta tertutup, habitat bawah air tidak mendapatkan cahaya matahari yang cukup, air banyak disedot oleh tanaman ini yang mempercepat evapotranspirasi. Masih banyak lagi permasalahan lain dari eceng gondok.
Yang menarik dari eceng gondok adalah dia mampu menyiasati bagaimana menjaga eksistensinya. Secara teori, tumbuhan ini bisa berkembang biak dengan seksual dan aseksual.
Fakta di lapangan, sangat jarang ditemukan eceng gondok yang berkembang biak melalui biji. Biji-biji eceng gondok banyak yang nonfertil alias tidak bisa berkecambah. Eceng gondong memilih berkembang biak secara aseksual yakni dengan stolon.
Stolon adalah pembentukan tunas baru secara horisontal yang kemudian terbentuk akar dari pangkalnya. Reproduksi ini mirip dengan pegagan (Centella asiatica) dan stroberi (Fragaria ananassa). Menjadi pertanyaan, mengapa stolon dipilih sebagai reproduksinya? Ini semata-mata hanyalah masalah tekanan lingkungan.
Evolusi eceng gondok
Ada sebuah teori yang mengatakan, perkecambahan biji cenderung terjadi ketika tingkat air menurun dan bibit dapat tumbuh di tanah jenuh.
Kondisi Rawa Pening selalu tertutup air dan tidak pernah kering. Artinya eceng gondok selalu terapung di permukaan air. Tidak mungkin biji diletakan dalam air, karena bisa busuk. Dengan kondisi lingkungan yang seperti ini, eceng gondok memilih stolon. Tunas baru yang terbentuk langsung bertumbuh dan berkembang dipermukaan dan suatu saat akan lepas menjadi individu baru.