Acapkali tidak banyak yang menyadari jika semua yang terendam dalam air laut adalah hewan, kecuali bakau, lamun, dan rumput laut. Hewan-hewan yang ada di dalam laut teramatlah eksotis dan sangat beragam bentuknya dibanding di darat. Beberapa hewan laut memiliki bentuk menyerupai tetumbuhan, sebut saja Antipates dengan nama familiar akar bahar. Salah kaprah inilah yang terus terjadi dan seolah bukan sesuatu yang penting.
Pantai Mutun
Suatu hari saya mengunjungi sebuah pantai di Lampung Selatan, Pantai Mutun dinamakan demikian yang terletak di Desa Sukajaya Lempasing Kecamatan Padang Cermin. Seperti pantai-pantai pada umumnya. Di pantai ini kondisi air tidak begitu jernih. Visibility/kejernihan sekitar 2-3 meter manakala saya mencoba menyelam bebas. Terumbu karang sepertinua sama sekali tidak ada, setelah saya mencoba menjelajahi dari ujung hingga ujung dengan kano.
Tidak adanya terumbu karang, kemungkinan kondisi perairan bisa juga aktivitas manusia. Banyaknya perahu wisata yang bersandar, sampah pengunjung yang tidak diurus dengan benar, bisa menjadi salah satu faktor menimnya terumbu karang di sana. Mungkin, untuk sebuah pantai sudah sangat bagus, tetapi dari sisi kekayaan fauna laut sangat minim.
Pulau Tangkil
Beranjak saya menyebrang di Pulau Tangkil yang berjarak sekitar 15 menit menggunakan perahu penyebrangan. Bagi wisatawan biasanya akan segera menuju lokasi wisata di sisi utara pulau atau pintu gerbangnya, tetapi saya memilih memutar. Pulau seluas sekitar 12 hektar ini kondisi peraoirannya berbeda dengan Mutun, terumbu karangnya masih cukup baik meskipun banyak yang rusak.
Karang keras dan lunak masih mengisi perairan terutama sisi barat dan selatan. Visibility perairan cukup baik, sekitar 5-8 m sewaktu saya mencoba mengintip di bawah laut. Flora dan fuana sangat beragam di Pulau ini. Sebagian besar pulau ini belum dikelola dan masih tampak alami, sehingga flora masih terjaga dengan baik.
Di sisi Selatan perahu yang saya tumpangi merapat di pantai yang sama sekali tidak ada pengunjung. Beberapa nelayan terlihat memancing di ujung-ujung pantai sembari berpijak di bebatuan. Pasir pantai Pulau Tangkil jauh lebih lembut dibanding dengan di Mutun. Yang membuat saya tertarik dengan pulau ini adalah sepanjang pantai dapat dengan mudah ditemukan cangkang-cangkang kerang seperti; kepala kambing (Cassis cornuta), kerang terompet (Charonia tritonis), kerang kerucut/lola/susu bundar (Trochus niloticus). Beberapa repihan karang bercabang (Acropora sp) juga banyak yang terdampar. Temuan-temuan kerangka hewan laut di sini bisa menjadi indikator banyaknya hewan laut di sekitar.
Perdagangan hewan dilindungi
Kekaguman saya akan Pulau Tangkil sejenak sirna begitu melihat sebuah kios di tepi pantai yang menjual oleh-oleh. Di sebuah etalase tampak fauna laut yang dilindungi, dijual. Akar bahar, kerang kepala kambing dijual bebas. Mungkin ketidaktahuan informasi akan perlindungan fauna laut ini yang menjadi alasan mengapa menjual barang terlarang tersebut.
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, sudah jelas menyatakan perlindungan pada flora dan fauna tertentu. "Mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi juga melanggar ketentuan hukum sebagaimana diatur dalam pasal 40 ayat 2 jo pasal 21 Undang-Undang No 5 tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya alam Hayati dan Ekosistem. Mungkin akan sangat bijak "stop membeli flora dan fauna dilindungi". Mekanisme pasar mungkin akan menjadi sangsi yang efektif saat tidak ada yang membeli dan tidak laku maka tidak akan menjual lagi. Informasi dan edukasi pada masyarakat sepertinya harus disegerakan, sebab berwisata tidak hanya menikmati tetapi harus juga menjaga.