Lihat ke Halaman Asli

Dhanang DhaVe

TERVERIFIKASI

www.dhave.id

Kepala Manyung, Dulu Limbah Kini Berkah

Diperbarui: 26 Juli 2017   11:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gombyang, menu makanan khas Rumah Makan Panorama di Indramayu yang berbahan dasar kepala manyung (dok.pri).

Tiga tahun bekerja di sebuah perusahaan ikan, membuat saya semakin memahami seluk beluk tantang bisnis ikan. Acapkali, ikan yang beredar di pasaran adalah ikan kelas 3, artinya sudah 2 kali disortir dan tidak bisa disortir lagi. Ikan kelas 1 dan 2 akan diekspor, sisanya dijual sendiri. Lebih ironis lagi, yang dikonsumsi kadang kala adalah ikan dari material yang kurang layak, tetapi kelihaian sang juru masak mampu mengalahkan ikan kualitas nomer satu, kepala manyung contohnya.

Filet ikan hanya akan mengambil bagian daging yakni otot sisi kanan dan kiri. Kepala, tulung pungging, rusuk, sirip, dan ekor adalah limbah. Perusahaan ikan akan langsung membuang limbah tersebut untuk dijadikan pakan dengan cara dijemur dan digiling menjadi tepung. Namun, ada juga yang menampung dan dijuak kembali dengan harga yang sangat murah dan dijadikkan bahan masakan. Lihat saja, ikan-ikan yang hanya menyisakan kepala, tulang, dan sirip saja,meskipun ada sisa-sisa daging yang bisa dinikmati. Hal senana tidak berbeda dengan limbah kepala manyung yang menjadi menu andalan di Pantai Utara jawa.

Ikan manyung adalah ikan dari kerabat ikan berkumis layaknya lele atau patin. Kumis sebagai penciri utama bukanlah aksesoris, tetapi sebagai indera peraba karena ikan ini hidup didasar dan perairan yang keruh. Ikan manyung dengan genus bernamaArius thalassius adalah ordo dari Siluriformes dengan 31 genus. Ikan dari keluarga besar ini tidak memiliki sisik, bagian kepala lebih besar, dengan pencirikhas adanya barbel untuk istilah iktiologinya atau lebih mudahnya kumis.

Morfologi ikan manyung (http://www.reocities.com/sunnychai/fish/nameindex.htm)

Ikan manyung terkenal di perairan pantai utara jawa, meskipun juga tersebar tiga wilayah tropis dunia, yaitu Atlantik tengah, Laut Merah, dan Samudera Hindia hingga ke Indonesia, Filipina, Taiwan, Papua Nugini dan Australia Utara. Ikan ini memiliki ukuran yang cukup besar dengan panjang 25-70 cm dan berart 190 - 4.500 gr. Ikan ini potensial sebagai sumber protein, sehingga banyak yang membudidayakan. Proses budidaya juga tidak sulit, karena ikan ini bisa hidup di air tawar, payau, dan asin. Habitanya banyak terdapat di kawasan eustaria atau perairan pertemuan air laut dan sungai.

Seperti halnya ikan patin atau lele, ikan ini banyak menghasilkan daging. Dagingnya yang berotot banyak diolah menjadi ikan asin dengan sebutan jambal roti. Penyebutan jambal roti, karena tekstur daging ikan manyun berwarna kecokelatan dan saat kering akan merekah mirip roti. Nelayan biasanya akan membuang kepala manyung begitu saja usai memfilet bagian daging ikan manyung, dan menjadi limbahlah ikan tersebut.

Saat ini, kepala manyung banyak diburu karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Kepala manyung menjadi bahan dasar makanan tradisional, sebut saja mangut. Mangut adalah ikan yang diproses dengan pengasapan, lalu diolah dengan bumbu santan. Mangut kepala ikan manyun adalah makanan khas kabupaten Pati, tepatnya di kecamatan Juwana yang terletak di Pantai Utara Jawa. Nikmatnya mangut kelapa manyung lantas merajalela di sepanjang pantura.

Nilai gizi ikan manyung.

Malam itu saya mengunjungi pesisir Indramayu di daerah Brondong. Mereka bercerita tentang masakan khas di sana yakni gombyang. Gombyang adalah masakan mirip dengan opor, tetapi dagingnya adalah kepala ikan manyung. Mereka mengisahkan, jika dulu ikan manyung hanya diambil dagingnya, namun sekarang banyak yang mencari untuk dijadikan masakan. Kini limbah kepala manyung ini menjadi masakan khas dari Indramayu yakni Gombyang.

Entah bermula dari mana gombyang ini berasal. Konon gombyang ini diperkenalkan oleh nelayan-nelayan dari Pekalongan yang mampir di muara sungai-sungai di Indramayu dan mengenalkan masakan berbahan kepala ikan manyung. Berbeda kisah dengan di daerah Jepara yang terkenal dengan pindang Serani, yang juga memakai kepala manyung.

Dahulu kepala manyung tidak memiliki nilai ekonomis, karena hanya diambil dagingnya semata. SEcara morfologi, kepala manyung memiliki struktur otot rahanga atas dan bawah yang besar dan disitulah letak daging. Otot leher yang mengikat dengan tengkorak juga banyak, karena morofologi kepala yang besar sehingga porsi ototnya juga banyak. Berkat olah kuliner, khusunya di Pantura, baik dalam bentuk opor, mangut, pindang srani dan lain sebagainya telah mengangkat limbah kepala Arius thalassius alias manyung lebih mahal dari dagingnya, bagaimana dengan ikan yang lain..?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline