Lihat ke Halaman Asli

Dhanang DhaVe

TERVERIFIKASI

www.dhave.id

Ketika Air Butuh Perlakuan Agar Tidak Menjadi Ancaman

Diperbarui: 7 Juni 2017   14:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Air sungai yang dipompa untuk dialirkan menuju rumah sebagai air MCK (dok.pri).

Saya teringat teman saya yang tetiba mengurungkan niatnya untuk membasuh muka manakala saya menunjukan sumber airnya. Tidak hanya murung, dia sepertinya merasa mual, sebab dia tadi kumur-kumur menggunakan air tersebut. Di balik kamar mandi, terdapat sebuah sungai dengan air berwarna kuning dan sebuah jamban apung. Pompa meraung-raung menyedot air dan mengalirkan dalam pipa-pipa yang menjuntai. Inilah potret salah satu kondisi perairan yang saya temui di Kabupaten Balangan-Kalimantan Selatan, dimana masyarakat sudah terbiasa memakai air sungai untuk berbagai keperluan.

Pelajaran IPA waktu Sekolah Dasar mengajarkan syarat air bersih; tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna, jauh dari septiktank, dan tidak tercemar. Bayangan saya langsung sirna begitu melihat sungai yang berwarna kuning, keruh, beraroma, terdapat jamban, selaligus tempat pembuangan limbah. Namun kerancuan saya sirna saat melihat anak-anak ini mandi, ibu-ibu mencuci, dan seoalah tidak ada masalah. Mereka sudah puluhan tinggal di bantaran sungai dan memakai air sungai untuk beragam kebutuhan MCK dan normal-normal saja.

Permenkes Ri 416/MENKES/PER/IX/1990 kualitas air dan No 907/MENKES/SK/VII/2002 tentang baku mutu air minum seolah hanya milik mereka yang tinggal dengan fasilitas yang memadai dan bisa dikendalikan. Fenomena pemanfaatan air dengan kualitas tidak baik adalah hal yang biasa. Jika mengikuti standar kualitas air dan air minum yang diterapkan pemerintah masih bisa dikatakan masih belum bisa terpenuhi. kebutuhan akan air seolah sudah menutup mata jika air itu memiliki standar, mungkin "keburu haus dan tidak mandi".

Ini bukan danau, tetapi lobang bekas tambang yang terisi oleh air (dok.pri).

Masih ditempat yang sama, saya diajak menuju ke sebuah WTP (Water Treatment Plant). Saya melihat sebuah danau di tengah-tengah hutan dengan air yang hampir sejajar dengan jalan. Rekan seperjalanan saya mengatan "ini bukan danau, ini bukan rawa, tetapi bekas galian tambang batu bara. Lubang bekas galian tambang kini menjadi kolam yang luas dan dalam". Dalam benak saya, jika ada hubungannya dengan tambang pasti ada limbah logam berat, sebut saja air raksa atau logam berat yang lain.

WTP PT. Adaro Indonesia yang mengolah air dalam kolam bekas tambang menjadi air baku (dok.pri).

Akhirnya kendaraan merapat disebuah bangunan yang berisi bak-bak penampungan, pipa, dan pompa air. Sekilas saya melihat PDAM atau PAM yang sedang mengolah air untuk didistribusikan pada masyarakat. Seorang petugas menghampiri saya lalu mengajak tempat yang menurut saya ini adalah bagian dari rahasia perusahaan. Tidak dinyana saya ditunjukan alur-alur pengolahan berikut data-data hasil pengolahan. Tabel serangkaian uji dari laboratorium independen dipajang, dan blak-blakan ditunjukan.

Air yang terjebak di lobang bekas galian tambang di oleh perusahaan tambang. Kegiatan ini sebagai wujud tanggung jawab terhadap lingkungan dan pelayanan pada masyarakat. Air tambang sebelumnya diuji berdasar parameter biologi, kimia, dan fisika. Perlakuan dari air tambang ini adalah proses pengendapan, penyaringan, penjernihan, dan penyucihamaan. Hasil air yang sudah diproses kemudian diuji lagi dengan 3 parameter tersebut. Apabila hasil uji tersebut lolos atau bahkan lebih baik dari standar yang telah ditentukan, makan akan didistrubusikan untuk keperluan operasional perusaan dan sebagai didistribusikan kepada masyarakat di lingkar tambang.

Air hasil olahan di WTP dan tabel hasil uji laboratorium tentang baku mutu air (dok.pri).

Salah seorang kawan seperjalanan yang menjadi warga di lingkar tambang mengaku pernah meminum langsung air hasil olahan ini, tetapi dia tidak berani meminum langsung air dari sumur atau sungai disekitar rumahnya. Dia menceritakan jika air di sekitar rumahnya kualitasnya tidak sebagus dengan air yang sudah diolah. Lantas saya bertanya pada petugas yang disana, apakah sumber air yang ada dimasyarakat bisa diolah. "Bisa, karena pengolahan air tidak rumit dan sangat sederhana. Sekarang masyarakat atau pemerintah mau tidak mengolah air tersebut. Ilmu dan teknologi sudah ada, sekarang hanya tinggal niat dan kerja keras saja" kata petugas WTP yang kembali membuat saya mengernyitkan dahi.

Perairan adalah salah satu muara tempat pembuangan apa saja (dok.pri)

Di sadari atau tidak, kualitas air semakin lama akan semakin turun. Pencemaran industri, limbah rumah tangga, dan perilaku tidak ramah lingkung menjadi penyumbang besar turunyya kualitas air. Tidak heran jika kualitas sekelas PAM atau PDAM masih terasa aneh jika dicecap, dan aroma kaporit juga menyengat. Beban PDAM atau PAM saat ini sangat berat karena harus mengolah air dengan kualitas air yang rendah agar memenuhi baku mutu air yang standar. Air tak semata-mata tanggung jawab penyedian layanan air bersih, tetapi tanggung jawab bersama untuk menjaga kualitas air.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline