Lain ladang lain ilanang, lain lubuk lain ikannya, demikian pepatah yang bisa saya katakan untuk sebuah tempat yang namanya pasar. Saya memiliki seorang kawan yang hobi memotret. Yang menjadi subyek kameranya adalah kuburan, orang gila, dan pasar. Meskipun di depannya ada model cantik yang siap berpose untuk dipotret, dia lebih baik menikmati dengan mata sambil berkalung kamera.
Untuk subyek yang terakhir, yakni pasar acapkali membuat dia benar-benar tergila-gila akan tempat jual beli ini. Dia mengatakan, "jika pasar itu lebih mewah dari sebuah istana dan lebih mengerikan dari penjara, karena di pasar ada orang yang dari istana atau mereka yang baru saja keluar atau hendak masuk penjara".
Semenarik itukah sebuah pasar di matanya? Lantas saya mencoba ikut menceburkan dengan hobi kurang lazimnya itu. Awalnya cukup canggung, tetapi lama-lama saya bisa saja lebih jatuh cinta kepada pasar dari pada cintanya terhadap pasar. Kegilaan ini membawa saya kepada agenda rutin, yakni harus ke pasar saat mengunjungi sebuah kota, tidak peduli di dalam maupun luar negeri.
Benar kata teman saya, jika pasar adalah sebuah tempat yang misterius dan kadang memang tidak bisa ditebak. Di pasar ada orang jujur, culas, licik, bahkan kejahatan siap menghantui Anda. Pasar bak miniatur dunia, di mana segala karakter orang ada di sana dengan segala lelakon yang dia bawakan.
Suatu saat saya mengunjungi pasar di Wamena-Papua. Salah satu pasar yang bisa saya katakan tradisionalnya pasar tradisional. Dahulu warga Wamena masih menggunakan sistem barter dalam bertransaksi hingga saat ini sebagian masih. Dengan dikenalnya uang, para pedagan di sana hanya mengenal 3 nominal mata uang, yanki merah (Rp 100.000,00), biru (Rp 50.000,00) dan Hijau (Rp 20.000,00).
Lupakanlah uang receh logam, seribuan, dua ribuan, lima ribuah dan sepuluh ribuan. Seluruh barang dagangan hanya dihargai oleh 3 warna uang. Mereka tidak butuh hitung-hitungan rumit untuk harga sebuah barang, sebab kursnya hanya 3 warna mata uang. Jika tidak ada kesepakatan dengan 3 warna uang, kadang barter lebih jauh lebih mengenakan dari pada pusing hitung-hitungan.
Pepatah lain ladang lain ilanang benar merujuk pada sebauh pasar. Hampir setiap pasar memiliki cirikhasnya masing-masing. Ada pasar pon atau kliwon dalam penanggalan Jawa. Pasar ini hanya bukan 5 hari sekali sesuai dengan pasaran jawa. Penjadwalan pasar ini adalah untuk memberikan giliran pasar di daerah sekitarnya agar kebagian jatah jadwal buka pasarnya.
Contohnya di Kabupaten Semarang-Jawa Tengah, ada 3 pasar yakni Getasan, Kopeng, dan Ngablak yang digilir berdasar hari pasaran Jawa. Pasar Getasan buka setiap pon dan kliwon, pasar Ngablak setiap pahing dan Legi, sedangkan Kopeng setiap wage. Dengan adanya penggiliran hari buka pasar telah membuka peluang roda perekonomian suatu pasar secara terjadwal.
Keunikan pasar yang lain adalah adanya komoditi andalah suatu dearah. Memang lain lubuk lain ikannya, lain pasar lain barang dagangannya. Suatu saat sata berkunjung di sebuah pasar di tepi sungai Lamandau-Kalimantan Tengah. Hal yang wajar jika pasar selalu menjual kebutuhan Sembako, tetapi pasar di sana memiliki cirikhasnya yakni menjual batu-batu mulia. Kalimantan terkenal dengan batu mulia jenis kecubung, maka di pasar Nanga Bulik dan Pangkalan Bun hampir setiap pasar ada yang berjualan batu mulia. Komodoti ini bisa dibilang unik, karena tidak setiap pasar yang menjual akik, kecubung, bacan, intan dan lain sebagainya.
Hadirnya pasar tidak hanya sebagai tempat jual dan beli, tetapi juga berperan penting dalam peradaban kebudayaan manusia. Di pasar orang bisa bertemu untuk membagikan status sebagai homo homini socius. Di pasar juga tumbuh nilai sosial, budaya, seni, kuliner yang menjadi penciri dari suatu daerah.
Benar kata teman saya, pasar bak Istana dan Penjara sebab semuanya ada. Pasar memang benar mutlak diperlukan untuk menjaga ikatan sosial masyarakat sekaligus menjadi nadi perekonomian. Pasar menyimpan sejarah panjang terhadap peradaban umat manusia, yakni saat mereka bertemu, bertukar, bertransaksi, hingga mengenal alat pembayaran. Sejak kapan, entahlah mungkin sejak jaman purba.