Rinjani, nama yang tak asing bagi para pendaki. Gunung setinggi 3276 mdpl menjadi incaran para penggiat olah raga alam bebas ini. Tidak masalah ketinggiannya yang menjadi no. 2 si Indonesia atau keindahan segara anaknya, tetapi jalur yang ekstrim adalah salah satunya. Secara resmi, Rinjani memiliki 2 jalur pendakian yakni Sembalun dan Senaru. Sebenarnya ada beberapa jalur, tetapi dianggap ilegal karena belum dibuka untuk umum dan tidak ada pengawasan dari Taman Nasional Gunung Rinjani/TNGR. Torean merupakan salah satu jalur pendakian yang menjadi impian, tetapi masih dilarang, mengapa?
Torean merupakan salah satu jalur pendakian yang menurut penduduk di Sekitar Rinjani adalah jalur terpendek untuk menuju Segara Anak. Jalur Torean sering digunakan oleh para penduduk atau pemeluk Agama Hindu untuk mengunjungi segara anak dengan tujuan memancing ikan dan sembahyang. TNGR tidak merekomdasikan jalur Torean karena medannya cukup sulit dan memiliki tingkat kesulitan yang lebih dibanding jalur Sembalun dan Senaru, selain itu juga untuk meminimalisasi kerusakan lingkungan dan kecelakaan.
Memang tidak mudah untuk mendaki lewat jalur Torean karena medannya sangat bervariasi. Jika lewat Sembalun akan melewati padang rumput yang luas dan hutan, begitu juga dengan Senaru tetapi yang pasti jalur sudah tertata dengan baik dan jelas. Jalur Torean akan melewati hutan, pinggiran lereng, menyeberang sungai dan harus memanjat jalur bebatuan yang curam dan tebing menganga siap menerkam dari bawah.
Jalur Torean memang tidak untuk pendaki yang tanggung atau main-main. Ketidakramahan medannya acapkali membuat nyali ciut bahkan bisa menjadi penggabungan bukit penderitaan dan penyesalan. Butuh rencana yang matang, mental yang tangguh, dan kebaikan dari alam. Jalur yang jarang dilewati pendaki, walau sesekali ada penduduk lokal yang hendak naik turun menuju segara anak akan membuka jalur yang sudah tertutup semak belukar.
GPS sudah menyala sembari melirik jalur Sembalun dan Senaru yang tidak terlalu berbeda untuk urusan jarak tempuh. Berjalan pelan dari sebuah Dusun Torean, Desa Loloan, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara. Kebun penduduk dengan tanaman palawija mendominasi 1 jam pertama perjalanan. Setelah melewati sebuah sungai akan masuk dalam hutan primer yang masih rapat tutupan vegetasinya. Kanopi hutan begitu rapat seolah cahaya matahari hanya mengintip saja. Tetiba hujan turun rintik-rintik dan kelamaan tumpah membasahi seluruh badan. Dalam kondisi hujan tetap berjalan tanpa menemui pos-pos pendakian layaknya di jalur resmi.
Hampir 4 jam melewati lebatnya hutan dengan kontur naik turun. Psikis ini kadang diuji betapa beratnya medan ini karena sedari tadi belum keluar dari rapatnya vegetasi. Sebuan catatan awal pendakian dari ketinggian 600 mdpl, sedankan jalur Senaru berada di 1.150 mdpl dengan tujuan 2030 mdpl. Setengah hari saya nampak gusar dengan jalur pendakian lewat Torean yang sama sekali tidak memberikan kesempatan mata untuk melihat keindahan alam, selain lumut janggut (Usnea barbata) yang bergelantungan di dahan-dahan pohon yang mengesankan keangkeran. Suara primata menambahkan bahwa ini hutan belantara yang nyaris tidak tersentuh. Awal pendakian yang sepertinya membuat langkah ini tumbang di tengah jalan.
Hujan pun perlahan mulai berhenti. GPS menunjuk ketinggan 1.800 mdpl dan di depan mata vegetasi mulai berubah dari belantara menjadi montana. Sebuah air terjun dengan nama Penimbung yang katanya berketinggian 100 m terlihat dari atas jalur pendakian. Sebuah air terjun yang eksotik terlihat di tengah-tengah lembah di kaki ini berdiri di atasnya. Langit yang sedari tadi murung mulai menampakkan warna birunya saat perlahan-lahan kabut mulai menghilang. Hangatnya sinar matahari begitu terasa dan baru saya tersadar apa yang dikatakan portir yakni tentang angin surga.
Jalur Torean diapit oleh 3 puncak yakni Sangkareang, Rinjani dan Waja. Setelah setengah hari dicobai saatnya menikmati bentang alam Gunung Rinjani yang eksotik, tabir kabut sudah terbuka dan mata ini nanar melihat betapa cantiknya jalur pendakian ini. Mungkin saat itu kalau boleh berjingkrak-jingkrak senang saya akan melakukan itu, tetapi jalan setapak hanya selebar sepatu selebihnya adalah tebing.
Pada prinsipnya jalur Torean adalah jalur yang melewati Kokoq Putih (Sungai Putih). Kokoq Putih adalah pintu keluar dari Segara Anak. Dinding kaldera yang robek dan menjadi jalan keluar dari material kawah. Sungai ini berwarna putih kerena mengandung unsur belerang yang dikeluarkan dari beberapa mata air panas dan material dari material vuklanik Gunung Baru Jari. Jika mengikuti aliran Kokoq Putih maka ujungnya akan sampai di Segara Anak.
Bentang alam sepanjang Kokoq Putih akan melewati 3 buah air terjun yang eksotis. Air terjun pertama yang bernama Penimbung terlihat dari atas tebing, air terjun ke-2 tepat di samping jalur pendakian, dan air terjun ke-3 nampak dari kejauhan. Kali ini perjalanan menuju Segara Anak tinggal menyisakan keindahan untuk membayar kelelahan setelah setengah hari diguyur hujan.
Berjalan di tengah-tengah lembah yang diapit oleh 2 bukit yang tinggi, curam, terjal dengan warna hijau. Tidak terbayangkan betapa dahsyatnya lembah ini terbentuk saat tragedi super volcano 1257 yang merobek punggung gunung. Anak-anak tangga yang dibuat oleh penduduk lokal sangat membantu melintasi jalur yang terjal dan curam. Kayu yang mulai lapuk harus ekstra hati-hati sebab Kokoq Putih berada jauh di bawah sana.