Lihat ke Halaman Asli

Dhanang DhaVe

TERVERIFIKASI

www.dhave.id

Silo nDano Sang Penjaga Danau Poso

Diperbarui: 11 Agustus 2015   23:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Begitu turun dari kendaraan, mata dan kepala saya seolah tak percaya. Saya seperti terjebak dalam kotak pandora yang di dalamnya ada laut mati yang tak terhubung dengan samudra. Jajaran pasir putih yang mengkilat, pohon kelapa yang meliuk-liuk indah, dan ombak yang gemulai menari menuju pantai. Saya seperti sedang bermimpi ada laut yang tidak asin, dan menjadi salah satu yang terindah di dunia. Saya sedang ada di pantai, namun saya sadar sekarang berada di ketinggian 657 meter dari permukaan laut dan di tengah-tengan pulau Sulawesi. Benar, saya sedang menikmati pasir putih dan ombak mungil Danau Poso.

Danau Poso yang terletak di kecamatan Pamona Utara yang beribukota di Tentena adalah danau terbesar nomer 3 di Indonesia. Dengan panjang 32Km dan lebar 16Km menjadikan danau ini seperti laut mungil di tengah daratan. Saya meyakini siapa saja yang pertama kali datang ke sini akan mengira pantai dengan pasir putihnya adalah laut. Pohon-pohon kelapa dan ketapang kadang mempertegas tempat ini adalah pantai, tetapi selama belum 0m dpl dan terasa asin, maka tetaplah itu danau.

Dari Kota Poso berjarak sekitar 57Km menuju Tentena. Untuk mendapatkan lokasi yang menarik bisa berjalan menuju Siuri yakni lokasi yang mirip pantai. Siuri terletak di Desa Tonusi dan masih di kecamatan Pamona Utara-Tentena. Jalan berliku menuju Siuri yang kadang hanya muat untuk lewat satu kendaraan dan jika berpapasan harus mencari tempat yang sedikit lega. Hutan-hutan dan perkebunan cokelat mendominasi tempat ini yang ada di dataran tinggi.

Hawa sejuk langsung menyeruak begitu sampai di Siuri. Tidak seperti pantai, walau tempatnya seperti pantai. Panas terik matahari seolah seperti air hangat yang suam-suam kuku saja. Kabut tebal kadang datang dan pergi begitu saja karena memang berada di pegunungan. Halimun yang tipis masih menyelimuti sela-sela bukit yang mengelilingi Danau Poso. Cuaca yang sangat bersahabat, sehingga sangat nyaman begitu pertama kali bertandang.

Pasir putih di sini yak seperti di pantai yang berasal dari cangkang-cangkang hewan laut. Pasir di sini jika diperhatikan berwarna kuning kecoklatan berasal dari bebatuan. Bebatuan yang jika benar-benar diperhatikan terlihat mengkilat, bahkan ada yang transparan. Mungkin jika batu ini besar sedikit bisa dijadikan batu akik, namun sayang ukurannya hanya sebesar butiran-butiran pasir.

Tak sabar sepertinya ingin menceburkan diri ke dalam danau Poso. Saya masih tak yakin ini danau atau laut saat kaki saya sudah telanjang dan tubuh saya bercelana renang. Begitu meloncak ke air, terasa segar, dingin dan tawar. Benar ini adalah laut yang tidak asin manakala kepala saya menyembul di permukaan yang langsung di hempas oleh ombak kecil. Langsung saya mencoba menyentuh dasar danau yang jernih dan menyenangkan lagi mata tidak pedih oleh air garam. Berat jenis air yang besar membuat tubuh ini dengan mudah menyentuh dasar danau berbeda jika di laut yang harus bersusah payah.

Ikan-ikan kecil penghuni Danau Poso berlarian kesana-kemari untuk mencari tempat persembunyian saat saya sedang mengejarnya. Menurut informasi ada beberapa jenis ikan di danau ini, seperti; nila, mujair, ikan mas, Sogili dan Bungu. Yang paling terkenal adalah ikan sogili. Ikan ini mirip dengan belut dan biasa banyak yang menyebut dengan ikan sidat. Saat ini ikan sogili semakin susah didapat karena campur tangan manusia semakin besar.

Ikan sogili memiliki sifat terbalik seperti salmon. Saat hendak berkembang biak ikan ini akan bertelur menuju muara. Jika sogili sudah dewasa akan kembali lagi ke danau. Banyak rintangan yang menghambat Sogili untuk menuju muara. Di dekat jembatan Pamona penduduk setempat sudah menghadang dengan bubu raksasa yang siap menjebak induk Sogili yang hendak bermigrasi. Sungai poso yang menjadi outlet danau juga dijadikan PLTA Sulewana dan menjadi perintang Sogili menuju muara. Sogili dewasa juga kesulitan kembali ke danau karena harus menghadapi rintangan yang sama seperti apa yang induknya dulu hadapi. Mungkin suatu saat nanti Sogili akan mengikuti kepunahan seperti nasib ikan Bungu yang endemik Danau Poso.

Sembari menikmati keindahan laut air tawar di tengah Sulawesi, tidak lengkap jika tidak mendengar kearifan lokalnya. Cerita tentang terjadinya danau oleh Manurung dalam kisah Ue Bailolo dan Lalung mengajarkan bagaimana hidup secara sederhana dan selaras dengan alam. Kisah mitos lain yang diyakini oleh penduduk setempat adalah silo ndano atau lampu danau. Konon pada malam-malam tertentu di danau sering ada penampakan cahaya seperti pada lampu petromax.

Cahaya yang muncul di permukaan danau diyakini sebagai mahkota naga yang sedang menampakan diri di permukaan. Jika muncul cahaya misterius ini bertanda nelayan yang sedang mencari ikan harus segera kembali karena akan bernasib sial atau tidak mendapat hasil tangkapan. Pelajaran moralnya adalah begaimana membatasi ekploitasi sumber daya danau agar tidak berlebihan. Hingga saat ini mitos silo ndano masih diyakini oleh penduduk setempat yang menjadi kearifan lokal penjaga kelestarian danau.

Siuri menjadi bukti betapa danau poso layak diperhitungkan menjadi salah satu destinasi wisata di Tentena bahkan Indonesia. Saya bisa mengatakan ini adalah danau yang benar-benar seperti laut, bahkan laut berair tawar. Ikan bungu boleh sudah punah, tetapi Sogili harus tetap lestari, dan kelestarian danau poso harus tetap maroso (kuat). Saat ini tak hanya sang naga saja yang menjaga danau poso dengan silo ndano, tetapi kita.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline