Lihat ke Halaman Asli

Dhanang DhaVe

TERVERIFIKASI

www.dhave.id

Siapa yang Darwinisme Sekarang?

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Duduk bersama, kadang menjadi resep untuk memecah kebuntuan dan menemukan solusi jitu. Namun, terkadang duduk bersama malah menimbulkan perdebatan dan perpecahan akibat perbedaan pandangan dan kepakaran. Memang ada sisi dimana perbedaan bisa disatukan, namun ada sisi disaat perbedaan harus berjalan sendiri-sendiri sesuia dengan keyakinannya. Latar belakang dan kepakaran berbeda inilah yang acapkali menimbulkan perbedaan, sebab mempertahankan pandangan, pemikiran dan keyakinan, dan entah sampai kapan bisa temukan titik temunya. Sebuah tantangan untuk bisa saling menarik dan menghubungkan benang merah, agar perpecahkan bisa dihindari dan semakin menambah kekuatan untuk memecahkan persolalan.

Dahulu, permasalahan Keluarga Berencana dengan alat kontrasepsi menimbulkan perbedaan dari beragam kalangan. Dari yang melawan takdir, mencampuri urusan rumah tangga Tuhan, bahkan ada yang mendukung sepenuhnya. Contoh lain berdebat makanan fermentasi tape. Ada yang bilang haram ada yang bilang halal. Haram disaat tape tersebut mengandung alkohol yang dijadikan kambing hitam karena memabukan. Disisi lain, tape makanan yang nikmat, karena bisa membuat badan hangat. Lain lagi dengan Pre Wedding yang pernah heboh klaim haram. Ada alasan melegalkan hubungan diluar nikah ''bermesraan sebelum sah'' bahkan ada juga yang melirik sebagai sebuah seni fotografi saja. Entah siapa yang benara atau keliru, kembali kepada pandangan masing-masing.

Salah kajian ilmu pengetahuan yang saat ini masih sensitif dan menjadi perdebatan adalah evolusi. Kaum teologis, mempercayai asal manusia dari ciptaan Adam dan Hawa tanpa ada bentuk menyerupai kera. Kaum akademis, khususnya evolusionist mempercayai adanya evolusi manusia berdasar bukti-bukti ilmiah yang ada dan ditemukan saat ini. Jika kedua gapura tersebut dipertemukan akan sengit sekali pertarungan argumennya masing-masing, karena memiliki landasan pemikiran sendiri-sendiri.

Sebelum masuk lebih dalam diranah perdebatan yang belum kunjung usai. Kaum evolusionist diserang dengan paham Darwinisme dengan konsep perjuangan untuk hidup. Analogi hukum rimba, siapa yang kuat dia yang menang, siapa yang berkuasa yang akan bertahan seolah menjadi tolok ukurnya. Padahal konsep evolusi sebenarnya lebih mengarah pada bagaimana adaptasi agar tetap bertahan hidup ''survival of the fittest''. Namun yang terjadi saat ini bukanlah adapatasi tetapi kompetisi.

Tanpa mengurangi rasa hormat ''kompetisi hanya berlaku pada mahluk yang tak berhati nurani''. Kompetisi, bagaimana usaha mengalahkan rival-rivalnya untuk memperoleh kemenangan. Andai menilik sedikit pada mahluk ciptaan selain manusia, maka kompetisi hanya pantas disematkan pada mikroorganisme, tumbuhan dan hewan. Lantas bagaimana dengan manusia..? Kompetisi hanyalah akan saling menghancurkan satu dengan yang lainnya. Konsep evolusi mengajarkan adaptasi, bukan kompetisi. Penyesuaian diri terhadap lingkungan, seharusnya lebih tepat. Efek kompetisi adalah mengalahkan, namun adaptasi menciptakan toleransi dalam kehidupan bagaimana agar semuanya sesuai dalam kondisi yang statis.

Andaikata lembaga pendidikan yang berslogan kompetitif dan berdaya juang, sepertinya harus belajar pada Charles Darwin yang selama ini di sudutkan dengan Darwinisme. Profil Lembaga Pendidikan seharusnya bisa menciptakan SDM yang luwes dan adaptif, sehingga tercipta toleransi dalam segala hal. Perlu di garis bawahi, makna kompetisi perlu dicerna agar tidak salah kaprah sehingga menimbulkan penafsiran yang berbeda.

Benang merah yang sedikit bisa ditarik dari kaum teologis dan evolusionis adalah, evolusi menciptakan adaptasi bukan kompetisi. Dalam kondisi sekarang, adaptasi yang berujung pada sikap toleransi masyarakat adalah mutlak untuk menyikapi perbedaan yang ada. Mereka yang sukses dan berhasil bukanlah berkompetisi, namun mengadaptasikan diri agar keluar dari permasalahan. Berkompetisi hanyalah layak untuk mahluk tak berhati nurani, namun sebagai manusia beradaptasi dengan penuh toleransi.

salam
DhaVe




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline