Lihat ke Halaman Asli

Dhanang DhaVe

TERVERIFIKASI

www.dhave.id

Menginjak Makati "Rasanya" Tak Seperti Negeri Sendiri

Diperbarui: 18 Juni 2015   01:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1409813956507053443

[caption id="attachment_357171" align="alignnone" width="640" caption="Pandangan keluar jendela siapa tahu ada titik terang, namun hingga saat ini belum terungkap (dok.pri)."][/caption]

"Sir, if you see something, please call me" kata seorang pramugara MAS saat melihat saya yang selalu membuang pandangan keluar jendela pesawat. Saat ini saya terbang di atas laut tiongkok selatan yang konon di curigai hilangnya pesawat MH370. Sehari sebelumnya pesawat tersebut dikabarkan hilang dan hingga sekarang belum juga ada titik terangnya. Penerbangan yang menegangkan dari Jakarta, Kuala Lumpur untuk menuju Manila. Terbang di atas 11.000 kaki hampir 6 jam akhirnya mendarat di bandara Ninoy Aquino, Filipina.

Pukul 2 siang saya sudah mondar-mandir di bandara Sokearno-Hatta. Ternyata saya salah membaca jadwal, dimana seharusnya pukul 2 pagi. Menjadi gelandangan elit, karena harus menunggu lebih dari 12 jam. Pukul 04.00 akhirnya pesawat membawa saya menuju Kuala Lumpur dengan penerbangan selama 2 jam. Matahari terbit dari ufuk timur terlihat dengan jelas karena saya beruntung mendapat kursi paling kanan dan jendela pesawat yang kacanya bersih. Pukul 06.00 pesawat mendarat di Kuala Lumpur dan kami harus bergegas karena pesawat akan segera terbang menuju Manila pada pukul 08.00.

[caption id="attachment_357172" align="alignnone" width="640" caption="Menikmati terbitnya matahari dari balik jendela di ketinggian 11.000 kaki (dok.pri)."]

14098140471602022961

[/caption]

Pesawat dari maskapai yang sama yang membawa saya terbang. Rasa was-was sempat hinggap, manakala mendengar berita 1 hari yang lalu tentang raibnya pesawat milik maskapai Malaysia. Penerbangan yang kadang membuat saya sedikit taksa dengan pemberitaan yang ada, namun apa yang terjadi-terjadilah. Akhirnya terlelap dalam lamunan sambil memandangi mega yang terhampar luas.

Gegar budaya langsung saya rasakan, karena menjadi rasa malu yang tak terelakan. Paling enak adalah naik kendaraan di kursi depan agar mata bisa luas memandang dan berbincang dengan sopir. Dengan percaya diri masuk dalam mobil layaknya di Indonesia dan langsung di samperi yang dibelangkang "sir, you want to drive..?" dan meledaklah tawa penumpangnya. Ternyata letak kemudia di Filipian di sebelah kiri, dan muka merah pada membawa saya ke bangku sebelah kanan. Tetap saja rasa dan kebiasaan ini tak pernah bohong, saya miris saat kendaran melaju di sebelah kanan dan kadang spontan teriak "ngawur jalan di sebelah kanan".

[caption id="attachment_357173" align="alignnone" width="640" caption="Wajah Makati dari ketinggian. "]

1409814131623480292

[/caption]

Wajah tegang ini bersenandika, "sopir payah, sudah jalan di kanan, bikin muntah lagi" sambil menatap sopir yang bahasa Inggrisnya semenjana sementara saya masih di bawahnya. Mobil melaju kencang menuju arah pusat kota di Manila, yakni Makati. Jalanan bersih, rapi, tertib, dan benar kata pepatah "rumput tetangga lebih hijau". Saya hanya bisa terdiam saat sopir berhenti mana kala ada seorang yang hendak menyebrang jalan. Para pedestrian begitu menikmati trotoar di Makati tanpa ada yang menghalangi layakanya di negriku.

Entah bermimpi apa, saya menjejakkan kaki di negeri di utara selebes ini, yang pasti inilah sebuah keberuntungan. Sesaat sampai di hotel saya dan rekan perjalanan diperkenalkan dengan teman-teman dari beberapa negara Asia, seperti; Malaysia, Taiwan, Singapura, India dan Vietnam. Semula agak canggung berbicara dengan mereka dengan bahasa Inggris yang tidak bagus. Namun semua cair manakala, bahasa bukanlah penghalang saat bahasa tubuh ini berbicara.

[caption id="attachment_357174" align="alignnone" width="640" caption="Salah satu sudut kantor Yahoo yang menadi favorit saya (dok.pri)."]

140981421235450166

[/caption]

Agenda pertama adalah mengunjungi kantor Yahoo. Dengan menumpang bus kami diantar menuju kantor Yahoo yang mengundang kami berkeliling Filipina. Sebuah gedung bertingkat berdiri di hadapan kami dan dengan ramah pihak Yahoo menyambut kedatangan kami. Kami dibawa masuk dalam ruangannya dan dijelaskan ada apa saja di dalam. Sebuah ruangan mirip laboratorium komputer, dan di situlah tempat utama bekerja. Namun, saya tertarik sebuah ruangan yang dijadikan untuk bersantai. Sebuah lemari pendingin berisi aneka minuman terisi penuh dalam tiap-tiap rak. Dapur minimalis dengan perlengkapan yang praktis. Ruang santai yang nyaman dengan beberapa permainan dan salah satunya adalah sepak bola meja lengkap dengan poster wajah David Beckham.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline