Lihat ke Halaman Asli

Lingkungan Sampah Salah Siapa?

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Oleh : Dharma Setyawan

Ketua Komunitas Hijau Lampung

Sampah sampai saat ini masih menjadi masalah penting dalam tatanan kebijakan nasional dan daerah di Indonesia. Sampah semakin tidak bersahabat dengan alam manakala sampah menjadi pemandangan yang sangat mengganggu keindahan. Bahkan dari tahun ke tahun masalah sampah bukan terselesaikan tapi semakin menambah daftar panjang masalah yang ada di negeri ini. Sejarah di bentuknya UU No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan juga diperbaharuinya Undang-undang No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup menjadi Undang-undang No 32 tahun 2009 Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup merupakan regulasi solutif menyangkut penyelamatn lingkungan dari liberalisme pembangunan dan efek domino sampah. Undang-undang ini juga tidak terlepas dari masalah sampah yang menimbulkan berbagai kerugian di semua sektor kehidupan. Namun semangat di terbitkannya undang-undang tersebut belum dibarengi semangat implementasi dan pemahaman bersama dengan berbagai upaya dari berbagai pihak.

Sampah dan Problem Industri

Sampah tidak hanya menjadi problem keindahan, tapi akibat sampah citra daerah menjadi buruk akibat sampah yang dibiarkan dan tanpa manajemen yang terarah. Upaya pemerintah daerahpun menjadi sia-sia manakala masyarakat tetap acuh dalam kepedulian terhadap dampak sampah. Menurut Sumber KOMPAS (2/1/2011) menyebutkan bahwa Dinas Kebersihan DKI Jakarta menyatakan sampah pada malam pergantian tahun baru di Jakarta mencapai total 7.149 ton atau meningkat dibanding hari biasanya. Padahal, jumlah sampah pada hari biasa hanya mencapai sekitar 6.200 ton per harinya. Sumber TEMPO interaktif (01/05/010) juga menyebutkan negara-negara berkembang diperkirakan akan mengasilkan sampah elektronik dua kali lebih banyak pada enam sampai delapan tahun ke depan. Sebuah studi yang dipublikasikan Jurnal Lingkungan, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi menyebutkan, setiap tahunnya negara berkembang membuang 200 hingga 300 juta perangkat komputer yang tidak terpakai. Angka ini diperkirakan akan meningkat pada tahun 2030 yang jumlahnya mencapai 400 sampai 700 juta sampah komputer setiap tahunnya.Bahkan Kanal Banjir Timur (KBT) mulai dipenuhi sampah. Plastik-plastik bekas, kasur, sisa-sisa makanan, bahkan limbah industri dari pabrik-pabrik di Jakarta Timur terlihat masuk ke dalam kanal sepanjang 26 kilometer tersebut.

Di Lampung sendiri masalah sampah sudah mulai mengancam tata kelola daerah. Bandar Lampung harus menerima kegagalan prestasi Adipura akibat sampah yang menjadi masalah kota. Pemimpin daerah yang tidak fokus terhadap masalah sampah ini akhirnya turun citra secara daerah dan nasional akibat mengabaikan manajemen sampah yang perlu segera dilakukan. Metro sebagai kota kedua di Lampung sudah memberikan sinyal-sinyal efek dari sampah yang dari tahun-ketahun bukan berkurang tapi terus bertambah.

Negara-negara maju pun pada akhirnya mulai menata ulang dampak pembangunan terhadap kelangsungan lingkungan hidup yang semakin terancam. Upaya berbagai hal terus dilakukan mengingat kerusakan alam akibat liberalisme pembangunan semakin tidak terkendali. Para pemodal baik local maupun asing seringkali mengabaikan makna ancaman lingkungan dari berbagai produk yang secara masif di produksi memenuhi kebutuhan konsumtif di sejumlah negara berkembang. Indonesia sebagai negara konsumtif terbesar di dunia dalam berbagai produk mulai merasakan dampak dari sampah produk yang setiap hari di konsumtif tiada henti.

Pola pembangunan gedung, Industri perusahaan, Sampah rumah tangga, dan sampah perkotaan masih menjadi penyumbang terbesar pencemaran lingkungan yang selama ini menjadi masalah serius penataan lingkunga. Dampak yang sangat dirasakan adalah mulai berkurangnya pasokan air bersih disejumlah daerah yang mengalami kerusakan lingkungan. Liberalisme pasar yang telah menjadi watak kapitalisme , semakin lama menjadikan negara berkembang seperti Indonesia bagai keranjang sampah demi meraup pundi-pundi ekonomi.

Sampah industri inilah yang nantinya akan berpengaruh pada kesehatan masyarakat dan berakhir pada menurunnya indeks prestasi pendidikan di sejumlah negara berkembang. Pola pencemaran yang di biarkan terus menerus semakin sukses dengan adanya regulasi pemerintah dalam perdagangan bebas yang membunuh produksi barang dalam negeri. Pemerintah dan pemodal sebagai pemangku kepentingan selama ini hanya melakukan perjuangan jargon lingkungan hidup tanpa ada upaya merata dalam instrumen pemahaman penyelamatan lingkungan hidup. Maka wajar jika dampak sampah bisa langsung kita lihat di Sungai,ledeng, saluran air rumah tangga, dan Pantai rekreasi.

Konstitusi Lingkungan dan Manajemen Sampah

Dalam Undang –undang No 32 tahun 2009Bab I Pasal 3 menyebutkanPembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial dan ekonomi kedalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Dan juga dalam Undang-undang No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah Bab 3 Tugas Dan Wewenang Pemerintahan Pasal 5 menyebutkanPemerintah dan pemerintahan daerah bertugas menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan sesuai dengan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

Pasal dalam undang-undang di atas merupakan manifestasi semangat memajukan negara dan mempertahankan naturalisasi kehidupan. Percepatan pembangunan yang digaungkan pemimpin dan telah menjadi cita-cita bangsa sebaiknya direalisasikan secara cara pandang masyarakat bersama kearifan localnya. Undang-undang di atas menjelaskan bagaimana pembangunan berkelanjutan merupakan kesadaran terencana yang menimbang berbagai aspek dan menjamin pula keutuhan lingkungan hidup untuk masa depan generasi. Gairah konstitusi ini harus di dukung segenap komponen agar pengejawantahan di lapangan berjalan dengan baik bukan hanya semangat an sich belaka. Manusia dan lingkungan merupakan dua unsur yang saling bergantung. Lingkungan yang baik merupakan cerminan manusia yang memiliki kehidupan baik, sebaliknya lingkungan buruk(red, sampah)merupakan cerminan adanya manusia buruk yang ada di sekitar lingkungan tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline