Lihat ke Halaman Asli

Lampung dan Problem Sampah

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Oleh : Dharma Setyawan

Ketua Komunitas Hijau Lampung

Menarik apa yang disampaikan Dr.M.Thoha B. Sampurna Jaya M.Pd pada wawancara Radar Lampung edisi (22/3/2011) mengenai semakin benyak sampah kota semakin makmur. Seperti dilansir beberapa media lokal sebelumnya bahwa sampah telah menjadi problem bersama dan menggangu citra kota di Lampung dan memiliki dampak hebat dalam tata lingkungan hidup. Sampahpun kemudian menjadi pekerjaan rumah yang sangat rewel akibat satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang saling lempar tanggung jawab. Ungkapan Dr. Thoha sedikitnya masuk akal bahwa sampah menjadi analisis kemajuan kota yang dengan aktifitas pasarnya berdampak dalam menghasilkan sampah terbesar. Menurut ungkapan Dr Thoha ada sekitar 500 sampai 600 meter kubik sampah di Bandar Lampung yang masuk ke tempat pembuangan akhir (TPA) Bakung itupun hanya 50 % yang masuk. Kemudian pertanyaan yang timbul dari pernyataan Dr Thoha, kemanakah 50 % sampah lainnya yang sebagian dihasilkan dari sampah rumah tangga, sampah drainase, sampah rumah sakit, pendidikan, kantor pemerintah, sampah industri kecil maupun besar dan yang paling banyak adalah sampah pasar?

Sampah dan Birokrasi Gagap

Manajemen pemerintah daerah yang selama ini masih amburadul dengan ciri birokrasi gagap seringkali menimbulkan polemik berkepanjangan. SKPD yang saling lempar tanggung jawab adalah ciri dari birokrasi yang tidak siap bekerja dengan planing yang baik. Birokrasi gagap memang merata di seluruh indonesia karena kultur pemalas lebih dapat disematkan ke birokrasi gagap tersebut. Sebut sajasalah satu SKPD di Bandar lampung yang bertanggung jawab dalam penanganan sampah adalah Dinas Kebersihan dan Pertamaman. Dinas ini bergerak terus menerus dalam mewujudkan kota bersih dan memelihaa tata kota hijau namun tidak semua masalah dapat diselesaikan oleh dinas tersebut. Dinas Pengelolaan Pasar kemudian menjadi dinas yang semestinya bertanggung jawab terhadap mekanisme akibat aktivitas pasar yang berdampak pada kota bersih namun realitanya melempar tanggung jawab ke dinas terkait sering menjadi kendala di lapangan. Birokrasi gagap inilah yang kemudian lebih memilih melempar tanggung jawab daripada mencari solusi bersama dan membagi tupoksi kerja semaksimal mungkin.

Dinas Perhubungan, Dinas Kesehatan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup, serta kecamatan semestinya juga ikut andil dalam mamantau perkembangan kota sehingga pengendalian sampah dapat dimanajemen dengan baik. Citra buruk kota akibat sampah, telah menjadi alasan nyata penghargaan Adipura gagal diraih. Dampak sampah tidak hanya tidak hanya berakibat padapemandangan kota yang kumuh namun berdampak pada Lingkungan Hidup sekitar. Dari segikesehatan timbulan sampah dapat menjadi tempat pembiakan lalat yang dapat mendorong penularan infeksi. Timbulan sampah dapat menimbulkan penyakit dan berakibat pada menurunnya kualitas lingkungan dan menurunnya estetika lingkungan. Dengan menurunnya kualitas dan estetika lingkungan, mengakibatkan pengunjung atau wisatawan enggan untuk mengunjungi daerah wisata tersebut karena merasa tidak nyaman, dan daerah wisata tersebut menjadi tidak menarik untuk dikunjungi. Selain itu sampah dapat merusak struktur tanah dan kualitas air yang berbaur dengan bermacam zat kimia sampah. Hal ini akan berujung pada menurunnya kualitas air bersih diperkotaan yang semakin sulit didapat dan rakyat harus membeli air bersih dengan mahal dimasa mendatang.

Implementasi UU Pengelolaan Sampah

Dalam UU No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah tentang Tugas Dan Wewenang PemerintahanPasal 6

Tugas Pemerintah dan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 terdiri atas:

a.Menumbuh kembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah;

b.Melakukan penelitian, pengembangan teknologi pengurangan, dan penanganan sampah;

c.Memfasilitasi, mengembangkan, dan melaksanakan upaya pengurangan, penanganan, dan pemanfaatan sampah;

d.Melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah;

e.Mendorong dan memfasilitasi pengembangan manfaat hasil pengolahan sampah;

f.Memfasilitasi penerapan teknologi spesifik lokal yang berkembang pada masyarakat setempat untuk mengurangi dan menangani sampah; dan

g.Melakukan koordinasi antarlembaga pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha agar terdapat keterpaduan dalam pengelolaan sampah.

Dari regulasi diatas sangat gamblang bagaimana peran semua unsur harus dikordinasikan dengan baik agar sampah tidak menjadi masalah pelik di masa depan. Pengelolaan Sampah akan menjadi baik jika dirumuskan secara benar dan melibatkan semua komponen daerah.Pertama, memulai dengan melakukan pencegahan dan pengurangan sampah dari sumbernya. Yaitu dimulai dengan kegiatan pemilahan atau pemisahan sampah organik dan anorganik dengan menyediakan tempat sampah organik dan anorganikdisetiap kawasan yang sering dikunjungi. Kedua, pemanfaatan kembali yaitu pemanfaatan sampah organik, seperti composting (pengomposan).Sampah yang mudah membusuk dapat diubah menjadi pupuk kompos yang ramah lingkungan untuk melestarikan fungsi kawasan wisata.Pemanfaatan sampah anorganik, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pemanfaatan langsung, misalnya pembuatan kerajinan yang berbahan baku dari barang bekas, atau kertas daur ulang. Adanya Bank Sampah cukup membantu dalam memilah sampah yang dapat dimanfaatkan dan yang tidak dapat dimanfaatkan. Sedangkan pemanfaatan kembali secara tidak langsung, misalnya menjual barang bekas seperti kertas, plastik, kaleng, koran bekas, botol, gelas dan botol air minum dalam kemasan dan ini melibatkan para organisasi yang berkecimpung di sampah. Bila belum terbentuk maka harus ada upaya mengorganisasikan pemulung agar dapat berperan aktif dalam penganggulangan sampah secara benar. Seperti di Jakarta dan kota lain di bentuk IPI (Ikatan Pemulung Indonesia). Ketiga, Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) sisa sampah yang tidak dapat dimanfaatkan secara ekonomis baik dari kegiatan composting maupun pemanfaatan sampah anorganik, dibuang ke Tempat Pembuangan Sampah. Rasa kepedulian kita terhadap lingkungan adalah cerminan pemerintah dan masyarakat yang menginginkan kebaikan lingkungan hidup. Proses solusi harus segera di ambil agar Lampung kedepan memiliki kota yang solutif dengan masalah sampah dan bahkan mampu memanfaatkannya secara bijak. Kalau kita yakin Lampung Bisa, kalau bukan kita siapa lagi? Tetap bergerak tuntaskan perubahan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline