Lihat ke Halaman Asli

Dharma Nauval

Student of Public Health Faculty. University of Muhammadiyah Aceh

Sarung Tangan

Diperbarui: 9 April 2022   01:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku terhempas di atas meja bagai bangkai.

Nasib kekasihku mungkin lebih buruk,berakhir di tempat sampah.


Di sudut ruangan, kulihat seorang perawat tersungkur
seperti pesawat udara yg jatuh.
Matanya berembun.
Menangisi seonggok tubuh yang baru diangkut menuju kuburan.

Lelah dan rasa bersalah menyatu menjadi sepi dan sendu
Tangisan perawat berbicara dari hati ke mati
Selimut luruh meratapi pipi yang di penuhi lara itu
Mencoba menutupi rumpang yang tak kunjung rampung

Abu-abu beterbangan ke arah ventilator
Pasien terakhir memohon kepadanya
Seperti upaya seorang budak kepada tuan.

Kuperhatikan betul botol infus itu.
Menetesi kesedihan dan amarahnya
seirama dengan suara hujan di luar jendela.

Buku-buku agenda berbaris rapi di rak,
Mengandung maut dan kematian.
Diselingi suara monitor detak jantung yang lupa
ditidurkan perawat.

Mengapa begitu kelam? saat kejam memenuhi hitam?
Apa yang harus ku pitamkan?

Tubuhku telah dipakai oleh tangan yang menunda kematian,
Pasanganku terpisah karena takdir telah bertuah,
Angin meniup angan dengan sepenuh ingin
Semoga sisa detakku bisa dirasakan kekasihku

"Sabar kasih, sebentar lagi aku mati"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline