Lihat ke Halaman Asli

jalan Menuju Swasembada Daging, Semua Pihak Harus Bekerjasama

Diperbarui: 14 Agustus 2015   13:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="illustrasi foto daging sapi mahal"][/caption]

Praktek Oligopoli dan “Mafia Daging” ditengarai berusaha memainkan harga (menimbun stok) untuk memaksa (menggiring) pemerintah membuka kembali keran impor daging.

Praktek Oligopoli atau penguasaan satu jenis barang oleh beberapa pedagang (importir) menjadi penyebab mengapa harga daging sapi dan sapi hidup melambung tinggi. Sejak beberapa waktu sebelum menghadapi bulan suci ramadhan 1436 H, harga daging sapi terus merangkak naik. Terlebih usai lebaran harga daging sapi semakin tidak terkendali yang mengakibatkan lesunya penjualan dan kerugian bagi masyarakat akan terjaminnya pangan sesuai standar kebutuhan manusia.

Maka bertempat di lantai III pasar palmerah, Slipi Jakarta Pusat (06/08/2015) para pedagang yang tergbung dalam Assosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI), Assosiasi Pedagang Sapi Sejabodetabek (APDS) dan Assosiasi Pengusaha Pemotong Hewan Indonesia (APPHI) menggelar Rapat terbuka untuk menyelesaikan kasus ini. Karena tidak ada kepedulian dari Pemerintah selaku regulator pengendali harga, mereka melakukan aksi mogok berjualan sapi mulai dari tanggal 8 – 11 Agustus 2015.

Drs. Haji Asnawi selaku Sekjen DPP Asosiasi Pedagang Daging Indonesia menggelar konferensi persnya yang berisi hasil keputusan Rapat sebagai berikut : pertama, sepakat untuk melakukan aksi libur berdagang daging sapi dari tanggal 8 – 11 agustus 2015, kedua menghimbau kepada seluruh pedagang baik di pasar tradisional maupun pasar modern untuk mendukung aksi libur berdagang daging sapi dan kerbau baik yang frozen maupun fresh sesuai kesepakatan yang telah ditandatangani, Ketiga menghimbau kepada seluruh pemilik jagal kampung maupun Rumah Pemotongan Hewan (RPH) untuk mendukung aksi libur bersama tidak melakukan pemotongan hewan, Keempat menghimbau kepada seluruh pedagang daging sapi dan kerbau untuk mentaati aksi libur bersama dengan sanksi akan melaporkan pedagang yang tidak taat kepada kepolisianan setempat, kelima minta kepada pemerintah segera bertindak mengambil kebijakan yang tepat untuk dapat menjamin ketersediaan sapi siap potong dengan kembali kepada harga yang normal yaitu dengan harga timbang hidup sebesar Rp. 33.000 per kg atau setara dengan harga karkas Rp.66.000,- per kg.

Menurut Haji Sodirin, salah seorang pendiri Asosiasi Pedagang Daging Indonesia,” Aksi mogok berjualan daging di pasar tradisional harus dilakukan karena sudah terjadi pelanggaran hukum terhadap Undang Undang Nomer 7 tahun 1996 tentang pangan yang jelas menyatakan dalam isinya yang berbunyi : “Pembangunan Pangan diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil dan merata berdasarkan kemandirian tidak bertentangan dengan masyarakat, terwujudnya tingkat kecukupan pangan dengan harga yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Presiden Jokowi mengatakan, saat ini pemerintah sedang mengusut oknum yang bermain di balik kenaikan harga daging sapi. Sebab, katanya, idealnya harga daging sapi di pasaran antara Rp 90.000 sampai 100.000 per kilogram (kg).

“Saya ingin bandingkan harga di negara lain, bisa Rp 50.000per kg, bisa 45.000 per kg. Kenapa kita sudah kita impor, harganya masih tinggi, apa jalan keluarnya. Ya saya nanti akan beli langsung, ya saya akan beli langsung. Pemerintah akan beli langsung untuk membuktikan bahwa harga daging itu bisa lebih murah,” ,” kata Kepala Negara usai menghadiri Pelantikan Personalia Dewan Pimpinan Pusat Partai Bulan Bintang (PBB) periode 2015-2020 sekaligus Milad ke-17 dan Halal Bihalal Partai Bulan Bintang di Jakarta, pada Senin (10/8).

menurut UU 18/2012 tentang Pangan Pasal 33 ayat (1) menjelaskan “Masyarakat mempunyai hak dan kesempatan seluas-luasnya dalam upaya mewujudkan Cadangan Pangan Masyarakat”. Pasal 33 ayat (2) menyebutkan bahwa “Pemerintah dan Pemerintah Daerah memfasilitasi pengembangan Cadangan Pangan Masyarakat sesuai dengan kearifan lokal”. Apabila masyarakat memiliki cadangan pangan sendiri maka tidak akan muncul praktik kartel pangan di Indonesia bertahun-tahun. Namun, seberapa besarkah tekad pemerintah untuk benar benar menegakkan Undang Undang ini ?
Dalam siaran persnya, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Syarkawi Rauf di Jakarta, Rabu (12 Agustus 2015) menyebutkan bahwa harga daging sapi tidak bergerak turun setelah Lebaran, masih bertengger di kisaran Rp120.000 sampai Rp130.000 per kilogram. Berdasarkan analisis terhadap kebijakan tataniaga, menurut KPPU kejadian itu memperkuat fakta bahwa konsep tataniaga daging telah meningkatkan kekuatan pasar pelaku usaha yang berada di jejaring distribusi.

Menurut KPPU, pelaku usaha di jejaring distribusi tahu betul bahwa pasokan hanya ada pada mereka sehingga mereka akan bisa mendikte pasar atas nama mekanisme pasar. Dan kondisi yang demikian berpotensi besar memunculkan kartel.

Sehubungan dengan hal itu, Polisi dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), menduga ada 24 importir sapi melakukan kartel di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Para importir itu, diduga menaikan harga untuk menekan pemerintah supaya meningkatkan jumlah kuota impor ke depannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline