Lihat ke Halaman Asli

Cerita Doktor Dharma

Dosen STIE Satya Dharma Singaraja, Bali

Erosi Ku

Diperbarui: 22 Januari 2025   07:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diri (Sumber: Pinterest, D Barton)

Mudah memaafkan sulit melupakan, momok bagi pencinta peristiwa. Melawan dan menerimanya menuntun diri untuk belajar dan tidak patah dalam mengarumi penderitaan. Makin lama sepak terjangnya makin disegani. Begitulah urusan cinta dijalani, diraih, dan dinobatkan menjadi hero suka duka. Hingga kini, tampuk kejayaannya terus diburu, muda maupun tua.

Jelang masa depan, takaran muda tua bukan lagi umur melainkan otot. Mengapa? Karena otot terlatih dan tertampilkan untuk menjadi ceria dan kuat. Alias, otot kulun nuun untuk diremajakan. Sedangkan umur terlatih menjadi bijak yang tertampilkan menua.

Diri sadar, bila tak berdamai dengan masa lalu, maka masa depan hampa, tak berkarakter. Dalam waktu singkat, keunggulan ditonjolkan. Yang dirilis hanya hari untuk mendapatkan terangnya matahari.  

Di kalangan pendeta, kesatria, pedagang, dan buruh, suka duka senantiasa disayembarakan. Saat tetamu datang dan berlomba, kasak-kusuk moral dan material segera meluluhlantakkan terang dan memproduksi gelapnya. Siapa pun yang menjelajahi dan mengenakan kalung ini, dipastikan senang karena diberkahi dewa.

Berkah

Di dunia fantasi, masa depan diformulasikan sebagai fungsi dari cinta dan rumah. Mengapa? Karena setiap diri dipastikan pulang. Jadi, masa depan adalah rumah, dan rumah tempat bersemayamnya cinta. Tatkala mencari cinta, pulanglah, temui dan dekap, niscaya kepercayaan yang digeletakkan berbuah. Bisa manis, bisa pahit.

Karena suka duka tak bisa dinegosiasikan, maka diri adalah prajurit yang senantiasa diperintah dan mengabdi pada kepentingan tuannya, memilih maut daripada hinaan.

Dulu diri berjibaku dan tumbuh di lapangan, kini keduanya bekerja dibelakang meja, menunggu perintah bukan memerintah. Bila pekerjaan selesai, yang menunggu hanya hotel dan bandara.

Hari-hari pun sibuk menjelang pensiun, suka duka berikrar. Milikilah tangan besi bila berurusan dengannya. Jangan pernah mau menjadi gembalanya. Bukan saatnya untuk berkabung, apalagi menutup pengetahuan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline