Lihat ke Halaman Asli

Saya Bingung...

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya sedang bingung mau menulis apa. Perasaan ada banyak buah pikiran yang siap dtuliskan ke dalam ranah maya ini. Tapi, kenapa semuanya tiba-tiba jadi buyar? Lima kata kutulis, empat kata kemudian kuhapus. Tinggal satu kata lagi. Tapi masih tetap bingung mau disambung dengan kata yang mana lagi. Akhirnya, kuhapus juga sisa kata yang satu tadi itu. Jadi tidak ada kata sama sekali di lembar dunia maya ini. Kosong.

Jujur, saya bingung mau menulis apa. Sementara musik instrumental Bossa Nova terus mengalun tiada henti di kanan kiri telinga. Musik tidak berhenti, tapi jari saya berhenti. Sebentar bergerak, lalu berhenti lagi. Namun begitu, walaupun jari saya kadang berhenti mengetuk papan ketik, otak saya tidak henti-hentinya berkelana mengawang-awang kesana-kemari. Terkadang mengilas balik mengenang memori pahit ditinggal kedua orangtua dalam waktu yang berdekatan, terkadang mengilas balik mengenang memori manis bertemu pujaan hati di Ujung Genteng ketika KKN dulu. Ah, semuanya seperti paradoks. Berlawanan, tapi saling menguatkan.

Sekarang, saya pun masih bingung mau menulis apa. Tetikus pun akhirnya saya geser, menuju portal berita di dunia maya. Ah, sekarang ini sedang ramai-ramainya kasus jembatan runtuh di Kalimantan sana. Menurut berita, jembatan yang membentang sepanjang lebih dari 700 meter itu runtuh karena kelalaian perawatan. Tapi menurut kolega, sebab runtuhnya jembatan itu adalah, tidak lain dan tidak bukan, karena mental para pembangun yang masih silau dengan kilauan kertas merah yang berlembar-lembar banyaknya. Hey, apa hubungannya mental dengan runtuhnya jembatan? Ah, saya rasa kita semua tahu. Sudah rahasia umum itu. Sama-sama tahu sajalah. (Dan saya merasa kalau kalimat itulah yang dipakai oleh oknum, entah siapa, namanya juga oknum.)

Sekarang, saya juga masih bingung mau menulis apa. Pacar belum menelepon, saya belum isi pulsa, jadi saya tidak bisa menelepon. Walau saya punya nomor dua, sama saja nasibnya. Tidak ada pulsa. Buat bergaya saja, mungkin orang akan bilang dengan mudahnya. Tapi tidak begitu dengan saya. Saya hanya ingin hidup biasa. Terpisahkan antara urusan kerja dan keluarga. Sebal rasanya menerima sms yang tidak henti-hentinya, menanyakan kapan naskahnya terbit, padahal diperbaiki juga belum dan entah kapan selesainya. Habis, setiap dikirim ulang, begitu lagi begitu lagi kualitasnya. Stagnan. Tetap sama begitu-begitu saja.

Itu tadi soal telepon, lantas bagaimana soal pekerjaan? Tidak jauh berbeda. Naskah yang tadinya sudah direncanakan, semuanya mundur tanpa bisa diduga. Ada yang penulisnya kabur entah kemana, ada juga yang main asal tempel tak kira-kira banyaknya. Mentang-mentang sekarang zamannya internet, mungkin dikira mudah membuat buku, asal tempel, tanpa rudet, tanpa mumet, dan jadilah buku dengan kwalitet butut. Akhirnya, saya bolak-balik kirim naskah ke penulis untuk diperbaiki. Ah, tapi kalau tidak begitu, tentu editor seperti saya ini akan kehilangan mata pencaharian bukan? Jadi, nikmati sajalah.

Sekarang, speaker saya ngadat. Entah kenapa sub-woofernya jadi plintat-plintut dan meletup-letup bunyinya. Padahal tadi baik-baik saja. Apakah tandanya saya perlu beli speaker baru? Buang-buang duit, mungkin saya akan bilang begitu. Sekarang zaman serba mahal. Jadi harus serba irit. Harus bisa bedakan want dengan need. Tapi, begitu saya lihat situs jual beli, hasrat saya tumbuh lagi. Sama seperti ketika saya membeli monitor. Tadinya sudah bilang, "Jangan.. jangan.. yang lama masih cukup." Tapi, akhirnya saya tergiur, dan saya membelinya. Menyesalkah saya? Tidak. Sekarang tampilan monitor saya terasa sangat nyaman. Saya tidak perlu lagi memicingkan mata untuk melihat huruf-huruf yang kecil. Anggap saja, sebagai investasi, begitulah justifikasi yang saya lakukan. Menyesalkah saya? Tidak.

Sekarang, saya malah tambah bingung. Kenapa yang tadinya tidak tahu mau menulis apa di posting perdana, malah berhasil menciptakan sebuah karya. Karya yang mungkin dianggap sampah, oleh orang lain. Karya yang dianggap biasa-biasa saja oleh sebagian yang lain, dan karya yang luar biasa, menurut saya. Dari Bossa Nova, sampai monitor. Yah, begitulah kira-kira, tulisan saya untuk sementara ini. Mungkin kalau saya sadar, saya akan menulis lagi. Tapi entah kapan. Mungkin, menunggu bingung datang lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline