Momentum pembubaran diri organisasi Jamaah Islamiyah (JI) di Indonesia pada akhir Juni lalu tidak menjadi jaminan surutnya ancaman aksi teror di tanah air.
Hal ini ditegaskan oleh Direktur Aliansi Indonesia Damai (AIDA) Hasibullah Satrawi pada acara Short Course Jurnalist Penguatan Perspektif Korban dalam Isu Terorisme yang digelar pada Sabtu-Minggu, 7-8 September 2024 di Jakarta.
Menurutnya, pembubaran JI memang patut diapresiasi sebagai bentuk pesan perdamaian dan persaudaraan sesama anak bangsa, tetapi kewaspadaan terhadap aksi terorisme tetap diperlukan selagi akar masalah pemicu tindak terorisme belum terselesaikan.
"Selama ini JI sering dikaitkan dengan aksi teror di tanah air maka dengan pembubaran organisasi tersebut dapat dimaknai sebagai perwujudan niat baik untuk menjalin persatuan dan perdamaian, " ujarnya.
Hasibullah menambahkan media massa memiliki peran besar dalam menyebarluaskan narasi alternatif guna menangkal ekstremisme. Selama ini bisa jadi tanpa disadari media massa kerap mengamplifikasi pesan-pesan yang justeru diinginkan oleh pelaku teror.
Untuk itu, AIDA menyelenggarakan pelatihan jurnalistik penguatan perspektif korban dalam peliputan isu terorisme dengan tujuan mendorong pemberitaan yang dapat menangkal narasi propaganda kelompok ekstrimis.
“Nah yang lebih penting peran jurnalis untuk menyajikan pemberitaan isu terorisme yang bisa memperjuangkan pemenuhan hak-hak korban, “ jelas Hasib.
Peserta pelatihan para jurnalis dari berbagai media dengan narasumber pelatihan adalah Dr. Asep Setiawan dari Dewan Pers, Solahudin (Peneliti PKTKS UI), Hanif Suranto (Dosen UMN), Sucipto Hadiprabowo (Ketua YPI/lembaga yang mewadahi para korban) dan Arif Siswanto alias Abu Mahmudah (Eks. Sekretaris Mantiqi II Jamaah Islamiyah).
Hanif Suranto mengajak para jurnalis untuk melakukan hijrah jurnalisme pasif ke jurnalisme aktif, dari sekedar melaporkan fakta menjadi untuk tujuan apa fakta itu dilaporkan, dari jurnalisme elit ke jurnalisme perspektif korban.
“Dalam kontek ini maka menjadi penting seorang jurnalis memahami untuk tujan apa fakta dilaporkan bukan sekedar melaporkan fakta peristiwa secara cepat dan apa adanya, “ pesannya.
Hanif mengingatkan jangan sampai media hanya menjadi corong bagi kelompok teror untuk menyebarkan ancaman dan ketakutan ditengah masyarakat.