Lihat ke Halaman Asli

Dhany Wahab

Lembaga Kajian Komunikasi Sosial dan Demokrasi [LKKSD]

Sirekap dan Modernisasi Pemilu

Diperbarui: 17 November 2020   17:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik mengarahkan petugas saat simulasi rekapitulasi secara elektronik pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2020 di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Selasa (25/8). (Sumber: Tribunnews/Jeprima)

Rapat dengar pendapat Komisi II DPR RI bersama Kementerian Dalam Negeri, KPU dan Bawaslu pada Kamis (12/11/2020) memutuskan hasil resmi penghitungan dan rekapitulasi suara Pilkada Serentak 2020 tetap mengacu pada berita acara dan sertifikat hasil penghitungan dan rekapitulasi manual.

Sedangkan penggunaan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) hanya sebagai uji coba dan alat bantu penghitungan dan rekapitulasi serta publikasi. Keputusan politik ini tentu disepakati dengan mempertimbangkan masukan dan tanggapan dari berbagai kalangan.

Sedianya pada Pilkada Serentak tahun ini, KPU berencana menggunakan aplikasi Sirekap. Ketua KPU Arief Budiman mengatakan penggunaan aplikasi Sirekap merupakan langkah awal untuk mengubah cara pikir manual menjadi digital dalam Pemilu di Indonesia.

Sebelumnya KPU sudah menyampaikan draf revisi perubahan KPU (PKPU) kepada Komisi II DPR terkait PKPU Nomor 9 Tahun 2018 tentang rekapitulasi penghitungan suara. Dalam draft tersebut terdapat penambahan Pasal 24 a, yang mengatur kegiatan Sirekap dan perlengkapan yang diperlukan terdiri atas (a) ponsel pintar, (b) aplikasi Sirekap, (c) jaringan internet dan paket data internet.

Sirekap akan dijalankan oleh petugas KPPS di tempat pemungutan suara (TPS). Nantinya, petugas bertanggung jawab memotret formulir model C.KWK atau kertas yang berisi data hasil perolehan suara dan mengunggahnya melalui aplikasi Sirekap.

Pemanfaatan teknologi informasi dalam proses rekapitulasi menjadi wacana untuk dilakukan pasca Pemilu Serentak 2019. Alasannya, proses rekapitulasi berjenjang yang dilakukan secara manual disinyalir rawan terjadi penyimpangan dan kecurangan.

Sejumlah kasus perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) sebagian besar menyangkut dugaan praktik pengalihan suara ditingkat ad hoc. Proses penghitungan suara di TPS yang berlangsung lama menyebabkan berkurangnya pengawasan dari masyarakat dan saksi peserta pemilu.

Penulisan formulir C1 dengan cara menyalin hasil  dan perolehan suara dari C Plano lebih rumit dibandingkan menghitung surat suara. Petugas KPPS harus mengisi formulir C1 dengan tulis tangan dan membubuhkan tanda tangan basah. Proses penulisan ulang tersebut berpotensi menimbulkan kekeliruan sehingga angka yang tercatat bisa berbeda-beda.

Rekapitulasi yang dilakukan secara manual dan banyaknya formulir C1 yang harus diisi sering membingungkan petugas KPPS, khususnya bagi yang lanjut usia. Hal ini sangat mendasar karena menyangkut akurasi dan keaslian perolehan suara di TPS. Perbedaan angka yang ada di Formulir Model C1 bisa saja terjadi karena faktor human error yang tidak disengaja.

Aplikasi Sirekap ditujukan untuk memudahkan KPPS karena seluruh dokumen hasil pemungutan suara cukup dituangkan ke dalam satu formulir tunggal berkode Formulir Model C.Hasil-KWK. Metode ini diharapkan dapat mencegah terjadinya penyimpangan dan manipulasi dalam proses rekapitulasi.

Adaptasi penggunaan teknologi informasi dalam pelaksanaan pemilu sudah menjadi kebutuhan seiring perkembangan zaman. Langkah ini bertujuan untuk memenuhi prinsip penyelenggaraan pemilu yang efektif dan efisien. Praktik pemilu dengan rekapitulasi manual yang telah berlangsung puluhan tahun seharusnya dilakukan pembaharuan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline