Lihat ke Halaman Asli

Dhany Wahab

Lembaga Kajian Komunikasi Sosial dan Demokrasi [LKKSD]

Demokrasi Sederhana Sesuai Pancasila

Diperbarui: 20 Juni 2020   08:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

salam.ui.ac.id

Dalam sebuah diskusi virtual bertema 'Menyoal RUU tentang Pemilu dan Prospek Demokrasi Indonesia' pada Selasa (9/6) muncul pertanyaan apakah demokrasi yang kita laksanakan sudah sesuai dengan sila ke-4 Pancasila?

Adakah pemilu telah menghasilkan wakil rakyat yang benar-benar membela kepentingan rakyat? Serta sejumlah pertanyaan lain yang intinya mengkritisi praktik demokrasi yang berlangsung selama ini di tanah air. 

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva menyebut politik kita sudah sangat liberal jauh dari falsafah Pancasila dan melenceng dari cita-cita pendiri bangsa. Padahal jika kita merunut pada pemikiran ‘The Founding Fathres’ Soekarno Hatta, demokrasi kita lahir dari perlawanan imperialisme yang bermuatan kapitalisme dan sekularisme.

Pada masanya Mohammad Hatta menyebut demokrasi manipulatif yang mengatasnamakan rakyat tapi justeru menguntungkan kalangan tertentu yakni kaum borjuis. Demokrasi seharusnya tidak memisahkan antara politik dan ekonomi sebagai kesatuan yang utuh. Keduanya saling berkaitan erat untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Hubungan politik dan ekonomi tercermin sangat jelas dalam Pancasila, yakni sila ke-4 berbunyi; Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dan sila ke-5 yaitu; Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sinyalemen para pendahulu bangsa yang merasa cemas dengan munculnya oligarki dalam demokrasi saat ini semakin terasa.

Kenyataannya demokrasi kita semakin jauh dari amanat dasar negara yang menyatukan politik dan ekonomi. Sistem pemilu yang berlaku saat ini memberikan kebebasan antar parpol atau antar caleg dalam satu dapil dan memaksa untuk mengumpulkan modal sebanyak-banyaknya sebagai amunisi merebut suara rakyat.

Perlombaan mengumpulkan kapital, baik secara perorangan maupun kolektif dalam menarik investor tak bisa dihindari. Implikasinya akan terjadi simbiosis antara politisi dengan pemodal sehingga kepentingan rakyat banyak terabaikan. Muncul kepentingan mempertahankan kekuasaan bagi politisi dan kepentingan pemodal membesarkan usahanya.

Kondisi ini seharusnya disadari oleh berbagai pihak untuk segera melakukan perbaikan dan menata demokrasi agar tidak makin terpuruk. Pembahasan rancangan undang-undang pemilu sepatutnya dapat meluruskan kembali hakikat demokrasi sesuai dengan haluan dasar negara yang disepakati oleh para pendiri bangsa.

Rasanya semua permasalahan yang terjadi dalam praktik demokrasi sudah teridentifikasi. Butuh kesadaran dan kolaborasi dari semua elemen bangsa guna mencari solusi untuk mengatasinya. Berikut catatan sebagai renungan untuk mewujudkan demokrasi substansial yang sesuai nurani rakyat.

Pertama, Membangun partai politik yang sehat. Partai politik sebagai instrumen demokrasi idealnya dikelola dengan profesional dan modern. Pengelolaan manajemen parpol modern harus berlandaskan ideologi partai politik yang jelas.

Pasal 1 Ayat 1 Undang-undang No. 2 tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik menyebutkan; Partai Politik adalah organisasi yang sifatnya nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan Negara. Parpol berkewajiban memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline