Gaduh tak terhindarkan saat pertama kali diumumkan ada warga positif Covid-19 di tanah air pada 2 Maret 2020. Sebab, beberapa hari sebelumnya ramai pernyataan para menteri yang bikin berkerut dahi. Ada yang mengatakan masyarakat Indonesia kebal terhadap Covid-19 karena gemar makan nasi kucing.
Corona tak ubahnya seperti penyakit flu biasa, orang yang sehat tak perlu memakai masker. Bahkan ada yang mengaku bangga karena Indonesia satu-satunya negara besar di Asia yang tidak kena virus Corona. Hilir mudik suara para petinggi negeri menebar kata-kata seakan penuh percaya diri.
Takdir berkehendak, virus Wuhan yang dikhawatirkan ternyata sudah bersemayam ditubuh warga Depok, Jawa Barat. Tak ayal jagat medsos dan media massa dipenuhi dengan berbagai kabar cerita tentang awal mula virus covid-19 menginfeksi rahim pertiwi.
Hari demi hari, pelan tapi pasti grafik pasien positif Corona terus meninggi. Sehari setelah Presiden Jokowi mengumumkan warga yang positif terpapar Covid-19, seorang warga Bekasi meninggal dunia di Cianjur, belakangan yang bersangkutan disebut positif terkena virus Corona kata Gubernur Jawa Barat.
Darurat nasional kesehatan lantas ditetapkan, virus Corona telah menjelma menjadi bencana non alam. Upaya luar biasa harus segera diputuskan seperti yang dilaksanakan sejumlah negara dengan memberlakukan lockdown. Masyarakat mulai resah dan gundah, berinisiatif melakukan karantina wilayah berupaya mencegah datangnya wabah.
Seruan belajar dari rumah, bekerja dari rumah dan beribadah di rumah mulai dikampanyekan. Protokol kesehatan diumumkan, masyarakat diminta selalu menjaga jarak (physical distancing), mencuci tangan dengan sabun dan memakai masker saat beraktivitas diluar rumah.
Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diterapkan sebagai jalan tengah dari desakan karantina wilayah. Transportasi dibatasi, mobilitas penduduk dikurangi, kerumunan mesti dihindari, denyut nadi ekonomi seakan terhenti, dampaknya sudah pasti terjadi.
PHK merebak, pengangguran meningkat dan banyak warga kesulitan mencari nafkah. Rakyat miskin berharap ada bantuan dari pemerintah, semisal sembako sebagai pengobat susah. Cobaan wabah masih melanda ditengah ramadhan bulan penuh berkah, hingga lebaran tak terasa istimewa karena kita harus tetap di rumah.
Tiga bulan telah berlalu, vaksin pencegah corona belum ketemu. Korban meninggal sudah tak berbilang angka, jumlahnya terus bertambah. Para dokter dan perawat harus rela bertarung menyambung nyawa tak sedikit yang menjadi korban meninggal dunia. Masyarakat diminta bersiap menghadapi realita hidup berdampingan dengan pandemi Corona.
Wacana ‘new normal’ digulirkan karena kehidupan mesti dilanjutkan, kita tak boleh tersandera oleh pandemi. Presiden Jokowi mendatangi sebuah pusat perbelanjaan di Bekasi untuk meninjau kesiapan pemberlakuan new normal. Belakangan kunjungan ditengah masa PSBB malah menuai ragam tanya dan sindiran.
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan new normal? Pimpinan Pusat Muhammadiyah mempertanyakan wacana Pemerintah Indonesia tentang kebijakan new normal (kenormalan baru) yang menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat. Pada saat pemerintah daerah masih memberlakukan aturan PSBB, tetapi disisi lain pemerintah pusat menyampaikan bakal ada pemberlakuan relaksasi.