Assalamu’alaikum, sobat Renaissans.
Segala puja dan puji syukur atas kehadirat Allah Subhaanahu wa Ta’aalaa yang telah melimpahkan rahmat serta hidayahnya kepada kita. Sehingga kita tetap mampu merasakan nikmat islam, nikmat iman, nikmat kesehatan, hingga husnu al-khaatimah kelak. Aamiin.
Shalawat serta salam, semoga tetap tercurahkan kepada nabi Muhammad Shalla Allahu ‘Alaihi wa Sallam yang telah membimbing umat manusia dari gelapnya kebodohan menuju terangnya lentera agama islam.
Sebagaimana yang dapat pembaca lihat dari gambar yang penulis sajikan di atas, judul ini terinspirasi dari ucapan Patrick si Bintang Laut di kartun serial anak Spongebob Squarepant. Meski demikian, konteks yang disajikan tetap relevan dengan permasalahan umat dewasa kini.
Sedikit disclaimer, dalam episode tersebut, Spongebob begitu memuja tokoh dari kalangan club penangkap ubur-ubur yang bernama Kevin. Hingga dia terperdaya oleh tes masuk keanggotaan yang Kevin dan rekan-rekannya teruntuk Spongebob.
Namun akhirnya Spongebob telah menyelesaikan “permainan” mereka dan menyadari hal terpenting bahwa yang ia cintai bukanlah perkara Kevin, melainkan tentang ubur-ubur. Dan ketika dia kembali menemui sahabatnya, Patrick, si Bintang Laut itu seketika senang bahwa Spongebob telah belajar sesuatu, kemudian ia berkata,
“Aku senang kau belajar. Pemujaan berlebihan tidak sehat.”
Oke, kembali ke topik. Penulis mengangkat topik ini karena bermula dari suatu keresahan. Indonesia yang seharusnya merawat “Bhineka Tunggal Ika” menjadi “golonganku lebih baik dari golongannya”. Umat Islam yang seharusnya Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah menjadi teradu domba terpecah belah.
Sedikit catatan, bahwa Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah yang penulis maksud bukanlah sebagai simbolis dari suatu organisasi, politik islam, maupun sebuah aliran kalam. Namun, merujuk kembali asal makna Ahlu al-Sunnah sebagai umat yang bersyari’at sesuai dengan ajaran nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dan wa al-Jama’ah sebagai umat yang meskipun memiliki organisasi pergerakan yang berbeda-beda namun tetap satu jua.
Tak peduli ia dari suku apa, ras mana, partai apa, bermadzhab yang bagaimana, apabila ia bersyahadat, bersyari’at sesuai dengan ajaran nabi Muhammad Shalla Allahu ‘Alaihi wa Sallam, maka kita wajib menganggapnya sebagai saudara seiman dan seaqidah.