Lihat ke Halaman Asli

Merasakan Ademnya Kampung Glintung Go Green

Diperbarui: 23 Agustus 2018   21:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok.pribadi

Malang memang surganya kampung tematik. Minggu lalu saya berkesempatan mengunjungi kawan yang sedang riset thesis di salah satu kampung tematik, Kampung Glintung. Apa istimewanya kampung kecil ini sehingga kawan saya yang asli Semarang dan berkuliah di UGM jauh-jauh mengambil obyek riset di Glintung? Kawan saya berkata bahwa Kampung Glintung yang juga dikenal sebagai Kampung 3G alias Glintung Go Green, merupakan kampung spesial sebab masyarakatnya "sadar lingkungan". 

Saya sebenarnya belum ngeh maksudnya bagaimana. "Pokoknya ke sini saja, di sini banyak sekali tanaman-tanaman hijau di pelosok gang dan atau rumah warga", seru kawan saya. Mendengar go green dan tanaman hijau, cukup membuat saya tertarik dan rela berpanas-panas ria naik motor dari rumah mertua menuju ke sana.  

Saya sekeluarga menuju Kampung 3G, Kelurahan Purwantoro, Kecamatan Blimbing, Kota Malang dengan bantuan google maps. Yang kami cari sebetulnya adalah gang masuk Kampung Glintung, yang hanya berukuran 4 meter, di pinggir jalan raya, tenggelam diantara gedung-gedung megah. Memasuki gang, ada spanduk besar bertuliskan penghargaan kalpataru bagi Kampung Glintung kategori pembina lingkungan. 

Kanan-kiri gang penuh dengan tanaman yang disusun secara vertikal, mulai dari tanaman hias sampai sayur-mayur hidroponik. Semua tanaman tersebut memiliki instalasi pengairan otomatis, sebab terihat selang-selang air yang ditata rapi di sela-sela tanaman. 

Kesan pertama langsung adem, apalagi ada beberapa titik selfie yang juga layak dicoba. Kami sempat menunggu beberapa menit sebelum kawan saya muncul di ujung gang, bermaksud mengajak kami untuk jalan-jalan lebih dalam.

Sambil berjalan-jalan menjelajah gang kelinci (rerata ukuran hanya 1-2 meter), kawan saya, bak pemandu wisata,  menceritakan bahwa Kampung 3G  ini telah berjalan selama 6 tahun. 

Kapung 3G pada awalnya diinisiasi oleh Bapak RW setempat, yang merupakan sarjana pertanian dan wirausahawan keripik tempe, cemilan khas Kota Malang. Dulu awalnya daerah tersebut dikenal sebagai "red district', daerah kumuh, langganan banjir, dan pemuda yang suka mabuk-mabukan. 

Saya nyaris tidak percaya melihat gang-gang yang sangat asri, setiap warga menanam tanaman hias, dan jalanan yang bersih bebas sampah. Rumah di sana memang amat sangat padat, dengan gang sempit, hampir jarang ditemukan rumah berhalaman, namun tidak menjadi halangan warga untuk berbudidaya tanaman hias, buah-buahan dan sayur-sayuran dalam pot. Semuanya terawat dan sangat menyegarkan mata.

Daerah yang dulunya suka banjir, kini tidak lagi setelah ditanam 7 sumur injeksi yang bekerja sama dengan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya. Sumur injeksi adalah pengganti fungsi daerah resapan, sehingga kemampuan infiltrasi air bertambah, saluran drainase mampu menampung limpasan permukaan, dan berkurangnya titik-titik genangan banjir. 

Sumur injeksi juga memberi keuntungan lain, yakni mempertahankan dan meningkatkan tinggi muka air tanah, mengurangi erosi dan sedimentasi, mencegah penurunana tanah, dan mengurangi konsentrasi pencemaran air tanah.

Kampung glintung juga memiliki hampir 120 lubang biopori, yang berfungsi pula sebagai resapan. Para warga pun bisa mengumpulkan sampah-sampah organik seperti dedauan di dalam lubang-lubang biopori, dan setelah "masak", sampah-sampah organik tersebut bisa dipanen untuk menjadi pupuk kompos bagi tanaman. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline