Lihat ke Halaman Asli

Empuss Miaww

Free thinker

Gadis Kembang Gulali

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

googling

[caption id="" align="aligncenter" width="500" caption="googling"][/caption]

Ada sosok yang kebetulan menarik perhatianku, kulihat dia sedang menangis terisak – isak di tengah taman kota, tampaknya dia sedang duduk sendiri di bangku taman itu, tanpa seorang teman dan tanpa seorang pun yang ingin menemaninya, orang – orang hanya berlalu lalang di depannya, mereka terlalu sibuk dengan pikiran mereka sendiri, tidak menghiraukan orang lain yang ada di sekitar mereka, materi rupanya telah membius kehidupan kota ini dan para penduduknya.

Kalau diriku? Oh ya,,, aku adalah seorang penjual gulali di taman ini, sebuah pekerjaan yang hanya cukup untuk mengganjal perut, menyewa kontrakan beserta listriknya serta sisanya untuk aku tabung sedikit, engkau pasti tahu berapalah penghasilanku dan apa yang terjadi  jika tidak ada cadangan saat diriku tidak bisa berjualan.

Saat melihatnya menangis, entah kenapa hatiku menjadi tersentuh, akhirnya aku mengambil sebuah kembang gulali yang terbungkus rapi dari atas gerobakku dan berjalan menuju dirinya.

Aku menyodorkan kembang gulali kepada dirinya, ku perhatikan dia menyeka air mata yang turun di pipinya dan mulai tersenyum kecil, sambil kemudian mengambil kembang Gulali daritanganku.

“terima kasih,,,” katanya

Aku tersenyum dan mengangguk kecil, saat hendak kembali ke tempat jualanku, Gadis itu berseru memanggilku.

“Hai,,,, duduklan disampingku, maukah kau menemani kesendirianku?” Tanyanya,

Aku mengangguk dan kemudian duduk di sampingnya, ku keluarkan sebuah catatan notebook dari sakuku yang biasanya aku pergunakan,,

“Sudah berapa lama kamu berjualan kembang gulali di taman ini?”

Aku bingung harus menjawab pakai apa, hanya dengan mengankat jariku dan menunjukkan kelima jari ku ke hadapannya.

“ 5 tahun, atau 5 bulan? “ tanyanya lagi.

Kutuliskan sebuah kalimat di catatan notebook ku yang biasanya aku pergunakan untuk berkomunikasi dengan orang lain.

”Lima Tahun” tulisku

”oh, maaf, aku tidak tahu kalau kamu bisu,,”katanya dengan penuh penyesalan.

Kugelengkan kepalaku sambil tersenyum, ”tidak apa – apa” maksudku.

”Padahal aku sering ke taman ini dengan pacarku, eh, lebih tepatnya mantan pacarku, aku jarang memperhatikan orang – orang yang ada di taman ini, yah,,, love has make you blind, biasalah,,,” katanya

”Ákusedang membutuhkan teman berbagi, maaf jika aku harus curhat kepadamu, semua beraal dari,,,”

Maka meluncurlah kisah kehidupannya dari bibir mungilnya, dan aku hanya terpaku saja memandangnya dan sekali – sekali mengangguk tanda mendengarkan.

Aku sungguh heran dengan wanita yang sedang duduk di sampingku saat ini, dia cantik dengan leher jenjangnya, hidungnya yang mancung, wajahnya yang oval dan gerai rambutnya yang bergelombang.

Aku dapat menilai strata sosial seseorang dari gaya dan penampilannya, dan menurut pengamatanku, dia seorang yang hidup di strata sosial orang – orang berada, yang tercermin dari penampilannya yang memamakai prduk – produk branding.

Coba bandingkan dengan diriku, seorang yang hanya hidup sederhana saja, tidak pernah terlintas dalam pikiranku, tentang permasalahan yang sering di hadapi oleh orang – orang berada ini. Soal branding, soal prestige, soal cinta, soal perselingkuhan, dan hal – hal lain yang menurutku cukup rumit untuk di pikirkan orang – orang sepertiku.

Bagiku yang terpenting adalah, senantiasa bersyukur rezeki ku ada setiap harinya, senantiasa di berikan kesehatan untuk berjualan hari ini. Bayangkan jika aku tidak dapat berjualan hari ini, maka terpaksa aku menggunakan simpanan yang ada untuk sekedar mengganjal perut ku yang berbunyi. Hanya itu saja, simple dan sederhana.

”itulah ceritaku” katanya membuyarkan lamunan diriku saat mendengarkan ceritanya.

Aku mengangguk, sebagai tanda kau telah cukup mendengarkan segala curahan hatinya.

Aku mengerti,,,” tulisku di atas notebook

Sore hari sudah pergi dan hari mulai menjelang malam, taman kota sudah mulai sepi dari orang – orangyang mengisinya.

Aku pamit dulu” tulisku di atas notebook

”Iya terima kasih atas perhatianmu” katanya sambil membereskan penampilannya yang kusut, kemudian dia beranjak dari bangku taman ini dan menuju mobilnya yang terpakir di tepi taman kota.

Akhirnya aku dapat pulang kerumah, sambil mendorong gerobak kembang gulaliku, berjalan menyusuri aspal jalanan di tepi trotoar yang mulai gelap tertutup malam, Mobil – mobil di jalanan mulai menghidupkan lampu mereka, sedikit membantu penglihatanku melangkah mendorong gerobakku.

Toh,,, akhirnya aku tetap akan kembali ke taman kota itu, berjualan kembang gulali seperti hari – hari biasanya...

cerita lain : Bingkai Jendela

[caption id="" align="aligncenter" width="603" caption="deviantart"]

deviantart

[/caption]




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline