Lihat ke Halaman Asli

Presiden Berlindung Dibalik Boediono

Diperbarui: 24 Juni 2015   04:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Meningkatnya intensitas KPK dalam menyidik kasus Skandal Bank Century, mulai menunujukkan arah yang jelas. Pemeriksaan mantan Wakil Presiden Yusuf Kalla dan pemeriksaan Wakil Presiden Boediono yang sempat dirahasiakan oleh KPK adalah sebuah titik terang mengenai bagaimana konstruksi kasus yang merugikan negara hingga Rp. 6,7 3riliun ini. Pernyataan Jusuf Kalla di DPR beberapa waktu yang lalu bahwa telah terjadi operasi senyap sehingga ia pada waktu itu sebagai Wakil Presiden merasa di tipu, menunjukkan kasus ini benar-benar memiliki tujuan terselubung berbeda sama sekali dari skema Bailout atau skema pengambil alihan sebagaiman yang diklaim oleh Boediono sewaktu konfrensi pers di kantor Wakil Presiden pada Sabtu 23 November lalu.
Insinuasi Akbar Faisal pada wawancara dengan TV One hari senin 25 November yang sempat mengatakan tentang kemungkinan bahwa rezim pemerintahan ini disokong oleh dana Century, saya kira tidak terlalu mengejutkan. Namun dapatkah kita sekedar menebak-nebak apa yang terjadi sesungguhnya? Kasus ini merupakan kasus persekongkolan jahat yang menggunakan instrumen negara untuk merampok uang negara. Sehingga tidak mungkn yang terlibat dan pelaku aktifnya adalah sekedar orang-orang yang kalau boleh disebut sebagai pion semata. Mereka yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini saya kira hanya boneka tali yang digerakkan oleh tangan yang tak tampak dari kursi penononton.
Tetapi melihat perkembangan belakangan ini, kasus ini akan segera mengerucut pada bentuk yang sebenarnya jika KPK dan orang-orang yang mengetahui mengenai kasus ini berani, bukan mau atau tidak, mengungkap apa yang diketahuinya. Karena untuk kasus seperti ini, yang melibatkan lingkaran terdekat puncak kekuasaan, jika mereka salah menempatkan diri, bisa saja eksistensi mereka bahkan nyawa melayang. Tentu saja kita tidak berharap seperti itu. Namun KPK wajib berhati-hati untuk menangani, karena jangan-jangan para petinggi KPK pada saat ini juga sudah dituliskan dalam kontrak penghilangan sebagaimana yang di alami oleh Antasari Azhar.
Namun saya atau juga mungkin banyak orang memiliki sebuah analisis yang tidak fantastis dan sangat mungkin. Pertama, perlu kita lihat dari latar belakang Prof. Dr. Boediono. Boediono hanyalah seorang ahli ekonomi yang pernah menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia. Banyak ahli ekonomi yang lebih ahli daripada Boediono di negeri ini. Namun tidak poernah sama sekali dilirik untuk menjadi seorang wakil presiden. Wakil presiden adalah sebuah jabatab politik yang teramat strategis yang tak mungkin diserahakan begitu saja kepada seorang ahli ekonomi. Karena muatan politik dari jabatan tersebut begitu besar maka agak aneh Boediono dipilih oleh Soesilo Bambang Yudhoyono sebagai wakilnya. Seorang wakil presiden harus memiliki kekuatan politik yang bisa menopang kekuasaan presiden. Sementara Boediono bisa disebut sebagaiu sebuah entitas apolitis yang sangat jauh dari kekuatan politik apa pun. Mengapa ia dipilih sebagai calon wakil presiden ketika itu? Sementara bayak indvidu yang lebih kuat secara politis yang ditawarkan ke Yudhoyono atau dapat dipilih pada waktu itu. Bahkan Jusuf Kalla adalah figur yang sangat kuat sebenarnya, apalagi disokong oleh mesin politik Partai Golkar. Mungkin bisa saja beralasa karena Yudhoyono membutuhkan orang dengan kemampuan di bidang ekonomi, namun dapat kita lihat selama empat tahun menjadi wakil presiden Boediono hampir tidak terlihat fungsinya kecuali pengganti presiden dalam acara kenegaraan. Dan kalaupun ia ingin diandalkan oleh presiden dalam bidang ekonomi, boleh dibilang Boediono bak persona non grata di parlemen, tanpa afiliasi politik apapun yang memungkikan ia dapat bekerja sama dengan parlemen. Apalgi selama ini DPR selalu menuduh Boediono adalah pelaku utama Sakandal Bank Century.
Yang kedua, faktor Prof. Dr. Miranda S. Goeltom. kasus suap pemilihan Deputy Gubernur Bank Indonesia adalah suatu kasus suap yang unik. Hingga sekarang belum diketahui siapa penyokong dana uang suap untuk memuluskan pemilihan Miranda S. Goeltom sebagai Deputy Gubernur Bank Indonesia. Sebagaiman sering disebut bahwa tidak mungkin Miranda mengeluarkan uang hingga Rp. 24 milyar untuk memenangkan diri di DPR. Sudah pasti ada agenda yang lebih besar daripada sekedar menempatkan Miranda di jabatan Deputy Gubernur. Untuk uang sebesar Rp. 24 milyar, tidak ada seorang atau sekelompok orang mau mengeluarkan duit hanya sekedar untuk kenalan atau orang jagoannya terpilih. Sudah pasti ada motif ekonomi lebih besar daripada Rp. 24 milyar. Dan mengapa setelah itu ada skandal Bank Century?
Yang ketiga, Skandal Bank Century terjadi tepat sebelum Pemilu 2009 dan dan dalam kemelut krisi ekonomi Dunia 2008. Semuanya serba kebetulan. Menjelang pemilu dibutuhkan sangat banyak dana untuk pemenangan Pemilu. Dan krisis ekonomi dunia 2008 dapat dijadikan sebagai smoke screen untuk berlindung ketika mengeluarkan dana hingga Rp. 6,7 triliun. Sehingga dapat dianggap sebagai penyelamatan ekonomi. Mungkin agak terlalu menukik tuduhan ini, namun indikasi yang mengarah kesana sudah sering disebut oleh para ahli ekonomi dan pengamat politik. Sebagaiman kasus BLBI yang menjadikan krisis 1997 sebagai smoke screen untuk merampok uang negara. Namun kasus BLBI dirancang lebih sistematis dan agak sulit diungkap. Kasus Bailout Bank Century ini terlalu terwang untuk bisa disebut konspirasi yang baik.
Yang keempat, senadainya, saya hanya berandai-andai, senadainya keterlibatan presiden terungkap, dan presiden di impeach oleh parlemen melalui Mahkamah Konstitusi, maka jabatan presiden akan jatuh ketangan wakil presiden. Walaupun analisis ini agak lemah, namun dapatkah kita bayangkan jika Boediono menjadi presiden? Boediono tidak memiliki pijakan poitik sama sekali. Ia dimusuhi, mungkin agak berlebihan, oleh parlemen. Maukah DPR dan lembaga dan para negarwan di negeri ini bertaruh untuk menempatkan jabatan setinggi itu kepada Seorang Boediono yang tidak memiliki kapasitas politik, tidak punya jaringan politik apapun di dalam maupun di luar negeri. Boediono dikenal hanya dalam lingkungan ekonomi. Jangankan kenegarawanan, kemampuan politis sedikit saja belum pernah diperlihatkan kepada publik. Bukankah sangat beresiko jika seorang presiden kita adalah seorang Boedino? Dan di sinilah letak keuntungannya bagi Yudhoyono, dengan menjadikan Bodiono sebagai wakilnya, maka Boediono akan menjadi tameng politik agar selam kekuasaanya tidak terjadi pemakzulan.
Dari empat faktor di atas jika kita merangkainya akan menjadi tuduhan yang sangat menarik. Rezim yang memimpin saat ini terkenal sangat korup dan dikelilingi oleh pejabat-pejabat yang korup. Kasus Skandal Bank Century adalah salah satu cela besar selama kepemimpinan Soesilo Bambamg Yudhoyono. Jusuf Kalla menyebutnya Operasi Senyap. Sementara Lily Wahid menyebut Boediono sebagai Gubernur BI tidak mungkin mengeluarkan dana talangan sekian besar tanpa restu atasannya, Presiden SBY. Dan mengapa keputusan itu keluar dan secara kebetulan Prsiden sedang di luar negeri. Sehingga beliau dapat mengklaim bahwa ia sama sekali tidak tahu menahu. Dan mengapa secara kebetulan Wakil Presiden ketika itu sebagai kepala pemerintahan karena Presiden sedang di luar negeri juga tidak diberitahu. Sri Mulyani berlepas tangan dan menyatakan tanggung jawab keputusan ada di tangan BI bukan ditangan KSSK. BI mengatakan tanggung jawab ada ditangan Sri Mulyani selaku Ketua KSSK. Misbakhun dipidanakan dan terbukti tidak bersalah oleh Mahkamah Agung, karena mengungkit kasus ini di DPR.
Siapakah yang paling punya kepentingan untuk melindungi diri dan siapakah yang paling diuntungkan. Tidak mngkin seorang Budi Mulya karena sekarang tidak terlihat indikasi ia semakin kaya atau mendapatkan jabatan lebih tinggi. Miranda Goeltom berada dalam penjara. Sri Mulyani memilih hengkang ke Amerika Serikat menjadi salah seorang Direktur World Bank. Boediono hanya menjadi Wakil Presiden yang tidak punya kekuasaan apapun. Bahkan seperti kerakap di atas batu. Jika kita ingin menuduh bahwa ada kekuatan ekonomi perusaahan besar atau konsorsium besar dibalik kasus ini, untuk apa bagi mereka uang sebesar Rp. 6,7 triliun, sedangka mereka kekuatan ekonomi besar? Setiap kejahatan bisa dituntaskan dengan salah sat caranya adalah mencari siapa yang paling diuntungkan.
Pemilihan Boediono sebagai wakil presiden pada 2009 menurut saya adalah faktor kunci dalam kasus ini. PKS sempat meradang karena Hidayat Nur Wahid tidak dipilih SBY. Golkar sebagai sekutu politik paling dekat dengan SBY juga marah besar karena tidak memilih kader Golkar sebagai calon Wakil Presidennya. Dan tiba-tiba SBY memilih Boediono sebagai wakilnya. SBY pada saat itu adalah sebuah kekuatan politik tak tertandingi, siapa pun yang dipilihnya sebagai wakil, beliau akn tetap menang. Namun pemilihan Boediono adalah pilihan yang sangat tidak terukur, menjungkirk balikakn logika politik dan aneh. Sebagaimana di sebut di atas, Boediono tidak punya pijakan politik sama sekali. Juga bukan tokoh yang dikenal sebagai negarawan dan tokoh yang tidak memiliki kharisma kepemimpinan yang besar. Namun tetap di pilih oleh SBY. seharusnya ini menjadi blunder politik terbesar. Kesalahan yang secara politis adalah kebodohan yang termaafkan. Namun SBY sangat yakin.
Namun jika dilihat dari perpektif kasus Century, maka semuanya agak menjadi masuk akal. Jika Boediono ditempatkan makin dekat dengan kekuasaan, taruhlah sebagai wakil presiden, maka akan sulit bagi penegak hukum untuk menggapai kekuasaan setinggi itu. Intinya Boediono ditempatkan sebagai wakil presiden adalah sebagai pagar dan kunci pengaman bagi kekuasaan. Karena tidak ada yang mau bertaruh dengan menjungkalkan seorang presiden dan wakil presiden sekaligus. Negara akan menjadi kacau balau dan akan mengancam keamanan pada tingkat yang tidak dapat dihitung dan diperkirakan.Sebab semua gejala kasus Century mengarah pada kekuasaan tertinggi di negeri ini. Dan Boediono adalah jaring pengaman terakhir agar tidak dapat disentuh dan diletakkan lah beliau pada posisi yang seharusnya sangat strategis namun dijadikan bumper dari tindakan hukum dan politik. Karena jika sekarang Boediono hanyalah seorang warga negara biasa yang sedang menikmati masa pensiunnya akan sangat mudah secara hukum dan politis menjeratnya. Dan beliau akan dengan mudah menyerah untuk mengungkap semua hitamnya kasus tersebut. Dan terjungkallah semua yang terlibat, siapa yang menerima dana dan dipergunakan untuk apa.    Boediono ditempatkan sedekat mungkin karena beliau adalah orang yang paling tahu dan paling bertanggung jawab terhadap pengeluaran dan dan dan kemana saja dana itu mengalir. Dengan posisinya sebagai wakil presiden maka Boediono semakin udah dikontrol, diawasi dan mungkin ditakut-takuti. Pamungkasnya analisis saya ini, bahwa Presiden berlindung di balik Boediono untuk menyelamatkan dirinya. Namun sayangnya yang tidak disadari atau bisa jadi ini hanya tindakan putus asa karenatidak melihat cara lain untuk lepas dari jerat. Bahwa ia tidak akan berkuasa selamanya dan faktor KPK yang semakin berani menyentuh rim terdekat kekuasaan. Dan tinggal kurang setahun lagi, kekuasaannya akan berakhir. Mungkinkah harapannya ada pad Purnomo Edhie Wibowo yang diusung SBY atau memang Akhir masa
kekuasaanya adalah awal masa penghukuman bagi Rezim SBY.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline