Lihat ke Halaman Asli

Menelisik Kebijakan Kontroversial Presiden Filipina

Diperbarui: 1 Oktober 2016   03:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada tahun 2016 ini Filipina menyambut pesta demokrasi pemilihan umum raya yang dilaksanakan pada tanggal 9 hingga 12 agustus lalu. Calon presiden kontroversial bernama Rodrido Duterte dalam pelaksanaannya berhasil menggeser 4 lawannya hingga kini menjadi orang nomor  1 di Filipina. 

Beliau sangat dihormati dan disukai masyarakat karena bisa mengubah kota dengan tingkat kejahatan tertinggi di negaranya menjadi kota teraman di Filipina. Walaupun para aktivis HAM menuding kalau duterte melakukan banyak pelanggaran HAM dalam proses penangkapannya. Dan karena janji- janjinya dan sumpahnya saat kampanye yang sangat berani dan tegas dalam membasmi para pengguna, pengedar dan pembuat narkoba yaitu tembak mati di tempat.

                Beberapa janji yang disuarakan oleh presiden Rodrido Duerte yaitu :

  • Membunuh setiap penjahat narkoba dan penculik
  • Duterte berjanji membunuh semua penjahat dalam 6 bulan
  • Jika anaknya terlibat dalam narkoba Duterte akan membunuhnya
  • Duterte siap ubah Filipina menjadi negara federal
  • Jam operasional hiburan malam akan diatur

Namun yang menjadi konsen saya kali ini adalah kebijakan presiden Duterte dalam hal pembasmian penjahat narkoba. Dalam pelaksaannya duterte mengeluarkan dan akan tetap ada kebijakan untuk menembak mati setiap penjahat narkoba sampai dirinya sudah tidak ada menjabat. Bahkan dia juga memberikan kekebalan dari peradilan tas pembunuhan yang dilakukan terhadap penjahat narkoba. 

Di satu sisi Badan Antinarkoba PBB bergabung dengan organisasi HAM internasional dan mengecam pembunuhan yang sangat brutal yang dilakukan oleh pemerintah Filipina. Namun sisi lain pula kepolisian Filipina melaporkan bahwa lebih dari 500 ribu orang telah menyerahkan diri kepada kantor polisi local dan berjanji untuk berhenti memakai narkoba yang dimana itu adalah suatu perkembangan yang signifikan jika dilihat dari segi keamanan dan ketentraman negara menurut saya.

Saya pribadi sebenarnya salut dengan kebijakan berani yang ditetapkan oleh presiden duterte jika dilihat terlepas dari segi HAM. Karena saat beliau menjadi wali kota Davao yang notabene adalah kota yang sangat banyak terjadi kejahatan yang bahkan disekitarnya ada basis tentara separatis Front Muslim Moro dan Kota ini juga dikepung perairan sulu yang dimana itu adalah wilayah rawan pembajakan setelah Somalia tapi hanya dalam waktu 3 tahun dihitung sejak 2005-2008 diperkirakan sebanyak 700 anggota geng menghilang dari kota tersebut yang mungkin juga terbunuh oleh kelompok yang mendukung Duterte. Dan sebanyak kurang lebih 3000 orang tewas sejak presiden duterte dilantik 30 juni lalu. Bahkan beliau juga menyebutkan kalau tidak perduli soal HAM dalam mencampuri kebijakan yang dibuatnya. bahkan dia menyebut dirinya sebagai Hitler Filipina

Lalu apakah kebijakan ini bisa diterapkan di Indonesia yang dimana mayoritas penduduknya adalah muslim ? tentu saja tidak karena hal ini sudah bertentangan dengan sila ke 2 dari Pancasila yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab. Pembunuhan- pembunuhan ini sama halnya pembunuhan misterius yang terjadi di era HM Soeharto. pemerintah yang terpilih secara demokratis tidak mungkin menyetujui atau malah memerintahkan untuk membunuh warganya sendiri.

Menurut polling twitter yang diselenggarakan situs Rappler  terhadap pengikutnya sebanyak 66% memiliki pandangan cukup positif terhadap Duterte dan melihat gayanya yang ekstrem  sebagai nilai plus. 

Apakah zaman semodern ini pemerintahan harus dijalankan dengan cara kekerasan dalam upaya preventif mengendalikan masyarakat ? atau mungkin ini sebagai refleksi dari bentuk sistem pemerintahan klasik yang diajarkan oleh Polybios, yang mana adalah pengembangan dari teori Aristoteles. yaitu setelah sistem pemerintahan Demokrasi akan ada sistem pemerinthan Okhlokrasi yang pada akhirnya juga akan dipegang oleh satu orang dan menjadi Monarki yang artinya pemerintah mengutamakan kepentingan umum. Namun hanya diawalnya saja, lama kelamaan pemerintah tidak lagi memperhatikan rakyat, tetapi justru bersikap sewenang- wenang dalam memerintah.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline