Sering terganggu dengan angkutan umum yang ngetem di persimpangan jalan? di depan Mal/Pertokoan?
Kalau ada aparat, mereka tidak ngetem, tapi kalau tidak ada aparat? Akhirnya terbentuklah "Terminal Bayangan" di mana aparat tidak pernah muncul sampai akhirnya lengkap dengan pedagang kaki lima, copet, preman, pungli (you name it lah!) Kenapa? Kok susah amat sih para pengemudi angkutan itu ditertibkan? Mungkin menurut saya seperti ini: 1. Sistem Setoran Kebanyakan (atau semua?) angkutan umum di Indonesia menggunakan metode setoran, setiap hari pengemudi harus menyetor sejumlah nominal kepada penyedia jasa atau pemilik kendaraan. Mereka akan memili h ngetem dengan harapan mendapatkan penumpang sebanyak-banyaknya, dibanding mereka berjalan sesuai rute, habis bahan bakar tapi tidak ada penumpang, atau tidak penuh. Biaya Operasional > Pendapatan (pasti dihindari) 2. Penumpang yang tidak bisa tertib Apakah anda sebagai penumpang sudah bisa tertib dalam menggunakan angkutan umum? naik/turun pada tempat yang seharusnya? tidak naik sembarangan? tidak turun sembarangan? Yang saya perhatikan adalah seperti ini:
- ingin bisa naik dari depan rumah/gang/jalan/kantor/mal langsung begitu menuju jalan, padahal halte-nya masih sekitar 100m dari tempat itu
- ingin turun di persimpangan karena harus ganti angkutan (transit) supaya jalannya tidak terlalu jauh, karena dari halte tempat turun dan tempat naik berikutnya berjarak 100-200m, atau malah harus nyebrang?
- malas jalan & malas nyebrang!
Tapi dari kedua poin tersebut, saya lebih yakin mereka tidak akan ngetem atau terbentuk terminal bayangan kalau memang penumpangnya juga tidak mau naik/turun di tempat yang tidak diperbolehkan. Kalau mereka ngetem di persimpangan dan penumpang tetap menunggu di halte yang sudah disediakan, pasti para pengemudi itu akan menghampiri halte. Mereka butuh sewa untuk memenuhi target setoran harian. Lagi-lagi kita sebagai warga dan penumpang kok yang menentukan kondisi ini, kalau kita tertib pasti mereka juga akan menyesuaikan. Mari dong kita tertib, supaya semuanya bisa menjadi lebih baik!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H