Tak terasa ya, udah setahun virus korona telah merongrong seisi Nusantara kita!
Selama setahunan ini, apakah kalian merasa tahun kemarin ini bagaikan neraka, atau justru seperti surga?
Eits, ternyata kebahagiaan ini tak bisa dipukul rata, ya. Ketika perintah untuk menetap di rumah diberlakukan, tak semua orang menyambut dengan tangan terbuka. Seperti terpenjara di hunian sendiri, tak bisa bebas ke mana-mana, dan lain-lain yang membuat di dunia luar itu memberikan rasa nyaman.
Lalu, bagaimana dengan anak rumahan?
Di zaman yang menganggap tinggal di rumah adalah aib--iyalah, harus dituntut kerja di luar, tak peduli pria maupun wanita. Maka, kembalinya ke rumah demi menekan penularan virus, rasa-rasanya seperti penantian yang tak bisa ditebus dengan libur sehari-dua hari.
Kenapa? Ya sudah jelas dong. Rumah adalah rumah, maksudku sih, rumah yang memberikan rasa nyaman, pengennya di situ terus (house is home). Ketika ada tuntutan untuk ke luar, rasanya sayang banget kalau ditinggalin!
Jadi, setelah pagebluk mencapai usia pertama, apakah kalian betah?
Bagiku sih, malah nyaman. Tak terasa bosan seperti yang dikatakan orang-orang di luar sana. Gagal mudik? Enggak masalah buatku, malah sebaliknya, diriku telah melewati tahun pertama korona dengan penuh bahagia.
Lha, kok bisa ya?