Dunia pendidikan kita sedang ribut, lagi-lagi. Gara-garanya, hanya soal isu pendidikan sejarah yang dihapus untuk SMK dan dijadikan mata pelajaran pilihan untuk SMA, kan?
Kalau seperti itu, pantas saja pelaku dan pegiat pendidikan marah besar. Walaupun, Kemendikbud memastikan tidak menghapus mata pelajaran itu, anggaplah sebagai pengingat untuk tetap berada dalam koridor pendidikan yang baik dan tidak melenceng dari "jalannya".
Memang, sejarah tidak menjanjikan kalian menuju kegelimangan harta alias menjadi kaya. Namun, ia tetaplah menjadi sesuatu yang berguna bagi kita. Waktu hanya sekali, kalau sesuatu sudah dilintasinya, ya sudah. Satu detik yang telah dilalui adalah masa lalu.
Sejarah, Cerminan Kecenderungan akan Masa Lalu
Dan, bagi penduduk bumi yang hidup di masa kini, pastinya ingin bernostalgia, bukan? Walaupun dalam hal yang remeh-temeh sekalipun seperti pengalaman dan hal-hal yang dijumpai di era 90-an. Itu kan bagian dari sejarah juga!
Tidak dipungkiri juga, kalau manusia ingin melihat seperti apa masa lalunya. Banyak lho para ilmuwan yang rela mengorbankan waktunya demi meneliti peninggalan purbakala, atau zaman kerajaan di masa silam.
Coba kalian bayangkan, seandainya tak ada arkeolog, sejarawan, atau guru sejarah? Pengetahuan masa lalu cuma sampai segitu. Padahal masih banyak hal-hal yang belum terungkap dan jadi misteri, dan itu hanya bisa dipecahkan lewat ilmu sejarah.
Ngomong-ngomong, dalam hidup kalian, pernah gak semasa hidup membuat silsilah keturunan dari moyang sampai diri kalian sendiri, dan seterusnya?
Kalau kalian pernah, coba kalian perhatikan! Dari skema silsilah itu bentuknya menyerupai pohon yang ada dahan, ranting, dan daunnya. Pantas saja, kata bahasa Arab syajaratun yang berarti pohon, diambil dan diserap dalam bahasa Indonesia, menjadi sejarah.