Lihat ke Halaman Asli

Nahariyha Dewiwiddie

TERVERIFIKASI

Penulis dan Pembelajar

Haornas, Menjaga Dentuman Energi, Mengantar Inspirasi

Diperbarui: 9 September 2018   22:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Setelah kurenungkan lagi, kalau dibandingkan dengan edisi-edisi sebelumnya, ternyata Asian Games edisi ke-18 tahun 2018 yang dibuka 18 Agustus lalu (cieeee... serba 18 lhoooo!) punya motto yang tak lagi sebatas kata-kata yang terpajang di mana-mana.

Kalimatnya singkat, tapi "padat" adanya. Terasa mendalam dan tercermin nyata pada pembukaan, penutupan, serta pertandingan, perhatian, dan kunjungan publik yang begitu berenergi. Inilah ENERGY OF ASIA!

Pantas saja, banyak pujian yang membumbung tinggi datang dari dunia yang menyatakan Asian Games Jakarta-Palembang merupakan yang terbaik sepanjang masa. Beneran nih? Iya, nggak bohong!

Justru dunia secara terang-terangan meminta negara-negaranya agar belajar dari negara kita, padahal waktu persiapannya jauh dari kata cukup.

Tapi, coba kalian lihat, di tengah individualisme yang telah menjangkiti sendi-sendi kehidupan modern, toh budaya gotong royong masih ada. Mulai dari persiapan seremonial, sampai promosi besar-besaran kepada publik di tengah sepi, seolah-olah berkata "Hei, Asian Games sudah semakin dekat, ayo sukseskan!"

Padahal, bukan panitia yang ngomong, tapi kementerian, lembaga negara, dan lain-lain. Ya, memang panitia sadar diri karena kemampuannya di kedua kota tuan rumah itu tadi. Dan ternyata, semakin hari ke hari, sejak adanya Torch Relay yang berkeliling dari pulau ke pulau, rasanya kedekatan publik dengan ajang olahraga se-Asia semakin nyata dan kuat dirasakan.

Kemudian, tiba waktunya puncak kegembiraan yang terbangun dengan hangatnya obor yang dilalui--ya apalagi kalau bukan upacara pembukaan yang membuat energi berdentum kencang, membuat dunia terkejut tak percaya!

Tak berhenti sampai di situ, banyak masyarakat yang melihat dengan tatapan penuh, rela mengorbankan waktunya dimanapun mereka berada; di kantor yang rela streaming, di kelas yang menggelar nobar dan ingin cepat-cepat ke rumah buat nonton pertandingan untuk melihat perjuangan atlet-atlet kita, ditambah lagi mereka akhirnya menyadari kalau pesta olahraga se-Asia adalah momen langka, membuat mereka berbondong-bondong datang ke venue secara langsung dengan energi yang terasa kuat sampai menular pada pembelian merchandise resmi yang kini berubah setara dengan minyak bumi; semakin langka!

***

Inilah yang membuatku dan rakyat Indonesia terasa membekas pengaruhnya, dan rasa-rasanya patah hati tak terima kenyataan bahwa Asian Games telah pergi ke negeri orang (baca: Tiongkok), berumah di sana sampai empat tahun ke depan.

Hmmm, sekiranya kalau berandai-andai Asian Games berlangsung sebulan atau sekali setahun, pasti ingin mengulang momen-momen terindah itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline