Lihat ke Halaman Asli

Nahariyha Dewiwiddie

TERVERIFIKASI

Penulis dan Pembelajar

Warganet dan "Blogger" Memang Selayaknya Punya Rasa Malu

Diperbarui: 8 Juli 2018   10:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber ilustrasi: Entrepreneur

Hari Minggu lalu, saya sedang berada di restoran yang salah satu menunya saya review untuk keperluan lomba di Kompasiana ini. Sesudahnya saya lagi-lagi membuka tulisan saya, lalu saya cek, apakah tulisanku benar, sesuai referensi yang kubaca?

Dan, data-data yang kutuliskan, hampir semuanya benar. Tapi, ada beberapa kata yang kuselipkan di paragraf yang setelah saya cek, ternyata tidak ada di referensi. Jadinya, muncullah rasa malu dalam diri saya. Takut apa yang saya tuliskan ini akan menyesatkan dan muncul kesalahpahaman bagi pembaca.

Nah, setelah kejadian itu, saya putuskan untuk membuang kata-kata yang "bermasalah" tersebut, tapi saya jamin tak akan mengubah isi artikelnya. Yah, yang penting pembaca yang datang ke depannya tak akan risau dengan tulisanku!

Sebelumnya, saya masih ingat, kala menulis artikel di mana saya pernah melihat referensi saat menulis, karena berdalih ingin "mencocokan" kata-kata yang benar. Bahkan, pernah saya mengutip data-data dari sumbernya. Ketika saya melihat hasilnya, meskipun tak sampai 25% kutipan yang diperlukan, tetap saja diriku merasa malu, karena hal ini sama saja dengan mencederai tekadku untuk menulis dengan proses yang lebih jujur!

"Alhamdulillah, rupanya rasa maluku masih ada" kata suara hatiku dalam suatu kesempatan.

Merenungi hal ini, saya teringat apa yang pernah kubisiki dalam hatiku dua tahun yang lalu. Tulislah semampumu, kata inilah yang kukatakan nuraniku. Dan, sejak saat itu, saya kembali berbenah, dan kembali menulis artikel, berusaha melibatkan pikiranku sepenuhnya!

Lain kali, jangan meniru kelakuanku yang dulu, ya!

Kita Semua, Termasuk Warganet, Terikat pada Norma

Sumber gambar: CommsMEA

Dulu, sewaktu kita lahir sampai akhirnya kita berbaur dengan lingkungan, tentu kita bertanya-tanya: "Mengapa ya, harus berbuat baik sama orang" atau "tidak boleh melakukan itu", daaan sebagainya. Karena, kita  sudah terikat dengan norma, yaitu (kalau saya boleh kutip dari sini), adalah aturan yang mengatur tingkah laku dalam hidup bermasyarakat.

Sepanjang di dunia ini ada manusia, norma tetaplah berlaku. Makanya, di dunia maya, walaupun tidak ada kontak manusia secara fisik, selama ada akun yang merupakan "perwakilan" manusia, tetap saja ada norma yang mengikat. Wujudnya? Ya sama saja ketika dilakukan di dunia nyata!

Menurut ilmu sosiologi, norma dibagi menjadi empat, yaitu norma agama, norma kesopanan, norma kesusilaan, dan norma hukum sebagai pelengkapnya. Keempatnya punya sumber, bagaimana peraturannya, dan sanksi-sanksi yang diberlakukan, tentunya punya "ke-khasan" tersendiri.

Jadi, ketika kita dihadapkan di dunia maya, kita sudah terikat pada keempat norma tersebut. Diri ini, tentu punya hati nurani yang mengajarkan norma kesusilaan. Siapa yang berbuat tak pantas di internet, maka penyesalanlah akibatnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline